IAIN Cirebon – Dalam rangka mewujudkan program moderasi beragama di lingkungan IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Prodi AFI Fakultas Ushuluddin dan Dakwah mengadakan seminar bedah buku “Kenabian Menurut Ibn ‘Arabi dan Ahmadiyah” karya Prof. Dr. Hajam, M.Ag, dengan tema: “Memantik Pemikiran Kritis Ummat Melalui Wacana Kenabian: Untuk Mendorong Peradaban Pemikiran Dengan Cinta Dalam Perbedaan”. Selasa, 03 Oktober 2023.
Fitri sebagai Ketua Panitia Seminar Bedah Buku, dia adalah mahasiswi semester 5 Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam FUA. Seminar Bedah buku dengan menghadirkan narasumber dari Ulama dan Tokoh Akademisi seperti Dr. KH. Husein Muhammad, Maulana Mirajudin Sahid (Amir JAI), Dr. Maulana Rakemun (Mubaligh dan Dosen Ahmadiyah), Drs. Muhammad Mubarik, M.M (PB JAI). Seminar bedah buku ini dihadiri para dosen, mahasiswa dan utusan dari masyarakat.
Dalam sambutannya Rektor IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Prof. Dr.H. Aan Jaelani, M.Ag. beliau menyambut positif dengan adanya seminar bedah buku ini dalam rangka mendukung transformasi kelembagaan dari IAIN menuju UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon. Beliau juga mengatakan bahwa kegiatan bedah buku ini diharapkan menjadi tradisi ilmiah yang berkelanjutan dalam rangka membuka wawasan keislaman yang moderat serta menunjukkan bahwa kegiatan ilmiah di kampus kita bersifat inklusif (terbuka) untuk melakukan studi pemikiran Islam yang beragam perspektif. ungkap Prof Aan.
“Di samping itu, diharapkan sivitas akademika IAIN Syekh Nurjati Cirebon bisa menghargai dan menghormati pemikiran dan pandangan yang berbeda. Sebagaimana yang dipesankan oleh leluhur tokoh Cirebon seperti Sunan Gunung Djati, Mbah Kuwu Cirebon dan lainnya”. lanjut Aan.
Seminar bedah buku ini dimulai dengan pemaparan dari Prof. Dr. Hajam, M.Ag sebagai penulis, menurut beliau penulisan buku ini dilatar belakangi oleh keprihatinan atas sikap sebagian komunitas muslim terhadap Ormas Ahmadiyah yang belum direspon secara familiar, terutama dalam pandangan-pandangan keagamaanya yang memilki perbedaan. salah satunya tentang konsep kenabian yang mengundang kontroversi. Acap kali sikap yang ditunjukkan oleh sebagian komunitas muslim terhadap Ahmadiyah dengan melakukan tindakan kekerasan, pengrusakan tempat tinggal dan tempat beribadah, padahal Ormas Ahmadiyah di Indonesia sudah berdiri lama sejak 1925.
Pemaparan selanjutnya, Prof Hajam menjelaskan tentang inti perbandingan konsep kenabian menurut Ibn ‘Arabi dan Ahmadiyah, secara singkat konsep kenabian menurut Ibn ‘Arabi dan Ahmadiyah memiliki kesamaan dengan kesimpulan besarnya bahwa kenabian dikelompokan menjadi dua,pertama kenabian tasyri’ artinya kenabian membawa syariat dan mendapat wahyu dari Allah swt dan nabi ini sudah berakhir dan ditutup oleh Nabi Muhmmmad SAW.
Kedua, kenabian ghair tasyri’ atau disebut kenabian warisah artinya kenabian yang tidak membawa syariat dalam konteks kenabian ini masih terus berlangsung diteruskan oleh para wali dan ulama sebagai pewaris kenabian selaras dan sejalan dengan berlangsungnya Islam itu sendiri dan budaya sampai akhir zaman. Yang menjadi syarat kenabian ghaer tasyri’ hendaknya memiliki tingkat spiritual yang tinggi (ma’rifat) dan moralitas kenabian.
Narasumber berikutnya Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim, M.A, beliau memberikan apresiasi dan sekaligus memberikan koreksi dengan penambahan-penambahan literatur dan penambahan konten buku tersebut. Beliau juga menambahkan istilah kenabian ghair tasyri’ dengan tiga istilah yaitu nabi umati, nabi buruuz (pantulan), dan nabi dhily (bayangan).
Narasumber selanjutnya, Dr. Maulana Rakemun memberikan koreksi dan catatan konstruktif dengan memberikan pengayaan dan penguatan konten tentang konsep kenabian dengan rujukan yang otoritatif.
Selanjutnya Dr.KH.Hussein Muhammad, MA menjelaskan bahwa agama itu satu, sedangkan syariat itu beragam ( Addinu Wahid Wa Syariatu Mutanawiah), syariat dalam arti aturan, budaya, pandangan.
Beliau mengatakan, problem besar kita dalam term keagamaan adalah KETIDAKMENGERTIAN soal haqikat makna dalam bahasa, kita sering menyebut satu kata atau terma. Tetapi kita tidak mengerti maknanya. tutur KH. Hussein.
“Setiap kata atau terma sesungguhnya mengandung suatu konsep atau sistem. Mungkin kebanyakan kita hanya ikut-ikutan saja dan mengaku/seakan-akan telah mengerti padahal belum/tidak mengerti. Ketidakmengertian atasnya bisa menimbulkan problem besar”. lanjutnya.
Syams Tabrizi bilang :
تنبع معظم مشاكل العالم من أخطاء لغوية ومن سوء فهم بسيط. لا تأخذ الكلمات بمعناها الظاهري مطلقًا. وعندما تلج دائرة الحب، تكون اللغة التي نعرفها قد عفى عليها الزمن، فالشيء الذي لا يمكن التعبير عنه بكلمات، لا يمكن إدراكه إلا بالصمت.
“Kebanyakan problem di dunia ini berakar dari kesalahan linguistik dan kesalahpahaman yang sederhana. Jangan pernah menelan rangkaian kata secara literal, harfiyah. Ketika kau mulai menginjak ranah cinta, bahasa seperti yang umumnya kita pahami menjadi usang. Hal-hal yang tak dapat diungkap melalui kata-kata hanya dapat dipahami melalui diam”.
Yang harus dikedepankan dalam menyikapi perbedaan adalah bersikap saling menghormati dan menghargai, tanpa harus dengan tindak kekerasan.pungkas Dr.KH. Hussein.