APAKAH KEPEMIMPINAN PADA UIN SIBER SYEKH NURJATI CIREBON WAJIB MEMILIKI KOMPETENSI KEPEMIMPINAN TRANSFORMASI DIGITAL?

Arti Kepemimpinan Transformasi Digital

Banyak diskusi pada literatur tentang peran kepemimpinan dalam upaya transformasi digital. Secara umum, kepemimpinan transformasi digital (KTD) adalah melakukan hal yang benar untuk keberhasilan strategis digitalisasi bagi perusahaan dan ekosistem bisnisnya. Dalam konteks industri, program transformasi digital cukup berhasil jika memiliki pemimpin yang tepat dan paham digital. Beberapa informasi menemukan pentingnya peran kepemimpinan baru, yaitu kepemimpinan digital yang memiliki peran khusus untuk mendukung transformasi digital. Jadi, ada seorang spesialis untuk bertanggung jawab atas transformasi digital bisnis dalam industri yang dikelolanya. Dengan demikian, setiap institusi yang membuat keputusan dalam transformasi digital yang diterapkan di seluruh organisasi, maka kepemimpinan yang harus memutuskan siapa dan apa dari implementasi program transformasi digital ini, kemudian memahami apa yang menjadi fokus kepemimpinan program transformasi digital.

Terlepas dari siapa yang memimpin program transformasi digital, berkenaan dengan peran atau jabatan mereka, lebih penting untuk menghargai karakteristik KTD itu sendiri yang diperlukan untuk mendorong transformasi digital dalam perguruan tinggi. Haruskah Rektor, Wakil Rektor, Dekan, Direktur, atau pejabat lainnya yang menjadi satu-satunya individu di jajaran kampus yang memimpin transformasi digital? Apakah ada tipe kepemimpinan eksekutif lain yang juga cocok untuk peran ini, seperti Ketua Lembaga, Kepala Pusat, Kepala Unit, Ketua Jurusan, atau jabatan tertentu dengan peran khusus menangani transformasi digital yang mungkin dilengkapi dengan mandat yang diperlukan untuk memberikan perubahan dan mengatasi tantangan yang pasti akan mereka hadapi selama program transformasi digital? Tentunya yang paling penting di Cyber Islamic University (CIU) UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon adalah seluruh pimpinan kampus dari atas sampai ke bawah perlu memahami karakteristik KTD dan semuanya bergerak bersama-sama dan berkolaborasi untuk mewujudkan transformasi digital.

Kompetensi Kepemimpinan Transformasi Digital

UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon merupakan satu-satunya PTKIN yang memiliki platform siber atau digital yang menuntutu seluruh pimpinannya memiliki komitmen dan tanggung jawab dalam mewujudkan transformasi digital. Kesuksesan implementasi transformasi digital dapat dipengaruhi oleh  banyak faktor, namun paling pokok tak lain adalah kepemimpinan yang terampil dan kompeten. Dalam beberapa perspektif, kepemimpinan dapat dinjau dari dua teori, yaitu pertama, teori sifat sebagai kepemilikan seseorang yang menggambarkan seperti apa pemimpin itu, dan kedua, teori perilaku sebagai sebuah proses yang menggambarkan apa yang dilakukan pemimpin. Paling tidak, seorang pemimpin yang sukses tentunya memiliki karakteristik, atau serangkaian karakteristik, termasuk juga pemimpin dalam transformasi digital.

Apa saja karakteristik yang terkait dengan Kepemimpinan Transformasi Digital (KTD)?. Paling tidak ada delapan kategori yang mencerminkan karakteristik KTD, yaitu ahli strategi digital (digital strategist), ahli budaya digital (digital culturalist), arsitek digital (digital arsitect), berpusat pada pelanggan (customer centrist), kelincahan organisasi (organizational agilist), pendukung data (data advocate), pengoptimal proses bisnis (business process optimiser), dan penata tempat kerja digital (digital workplace landscaper). Setiap karakteristik tersebut memiliki konsep yang mencerminkan secara luas dan dalamnya kepemimpinan yang dibutuhkan dan keputusan yang harus dibuat agar program transformasi digital berhasil.

 

Gambar 1. Karakteristik Kepemimpinan Transformasi Digital (KTD)

Pertama, Ahli Strategi Digital (Digital Strategist)

Ahli strategi digital dalam KTD bermakna memiliki kemampuan untuk menjadikan transformasi digital sebagai prioritas strategis, memberi saran kepada tim manajemen puncak tentang transformasi digital, membuat dan mengomunikasikan visi digital, mengubah pola pikir organisasi, dan mengadaptasi pendekatan terhadap transformasi digital. Strategi, pola pikir, dan mendapatkan dukungan manajemen puncak merupakan hal yang penting bagi transformasi digital. Hal ini memprioritaskan transformasi digital sebagai tujuan strategis dengan memengaruhi manajemen puncak untuk menempatkannya pada urutan teratas agenda CIU. Menciptakan visi dan pola pikir digital serta mengomunikasikannya secara top-down yang dipadukan dengan menciptakan, mengomunikasikan, dan mengeksekusi strategi digital di seluruh organisasi merupakan elemen kunci dari peran ahli strategi digital. Oleh karena itu, ahli strategi digital memimpin visi dan pola pikir digital.

Pada sisi lain, ahli strategi digital mampu menciptakan visi untuk transformasi digital secara top-down dalam implementasi di seluruh unit kampus, bertanggung jawab atas kemitraan strategis yang berfungsi dengan baik dan kolaboratif antara sistem informasi dan kepemimpinan bisnis untuk mengadaptasi transformasi digital. Ahli strategi digital bertugas menciptakan nilai dan meningkatkan proposisi nilai pemangku kepentingan di banyak organisasi dan meningkatkan transparansi melalui digitalisasi di setiap tahap implementasinya dan dengan kekuatan instrumentasi, para pemimpin akan memimpin dan mengelola perguruan tinggi dengan menggunakan digitalisasi.

Kedua, Ahli Budaya Digital (Digital Culturalist)

Ahli budaya digital dalam KTD memiliki peran dalam mengadvokasi dan menumbuhkan semangat untuk transformasi digital, menggunakan pendekatan ambidextrous untuk menumbuhkan budaya organisasi digital, dan mengembangkan keterampilan dan kompetensi pegawai, khususnya dosen dan tenaga kependidikan. Kunci kepemimpinannya adalah memiliki budaya digital dalam organisasi. Kemampuan dalam budaya digital ini melibatkan advokasi dan dapat menumbuhkan semangat untuk transformasi digital dan menumbuhkan pendekatan ambidextrous untuk menciptakan budaya digital dalam organisasi yang dapat dianut dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas, di mana baik manajemen maupun seluruh pegawai menerimanya. Mengubah budaya perlu mendapat dukungan dari semua bagian dan perlu menyertakan filosofi pemberdayaan pegawai untuk mengembangkan keterampilan dan kompetensi dalam transformasi digital, ini membutuhkan “doktrin” digital untuk menggambarkan manfaat dan tantangan transformasi digital yang dapat meningkatkan perguruan tinggi.

Tugas lainnya adalah ia mampu memimpin pendekatan ambidextrous terhadap digitalisasi dan menanamkan budaya digital, mewujudkan kebutuhan untuk bertindak sebagai pelopor, memiliki mandat digital untuk perubahan di unit masing-masing, termasuk menciptakan peran kepemimpinan baru, seperti ketua tim transformasi digital. Dalam kepemimpinannya, ahli budaya digital mengkhususkan diri dalam mengadvokasi, membina, menciptakan budaya digital dan bertindak sebagai panutan digital bagi seluruh unit di kampus, memastikan keahlian setara dari sumber internal dan eksternal, mengembangkan keahlian pegawai melalui perolehan keterampilan dan kompetensi digital.

Ketiga, Arsitek digital (Digital Arsitect)

Dalam KTD, arsitek digital dan keputusan yang perlu dibuat adalah mendefinisikan dan merancang platform layanan digital, berpikir secara digital dan berinovasi dalam operasi yang didukung secara digital, serta mengeksplorasi dan memanfaatkan teknologi digital untuk menerapkan keunggulan operasional. Ia dapat menciptakan platform digital dan menggunakan inovasi dan teknologi digital untuk menghadirkan transformasi digital sebagai kuncinya. Ini melibatkan perancangan dan penerapan platform digital melalui inovasi dan penggunaan teknologi digital yang paling relevan untuk menghadirkan arsitektur digital yang tangguh untuk transformasi digital. Jadi, arsitek digital memimpin arsitektur platform digital yang menggunakan teknologi digital terkini dan sedang berkembang.

Tugas lain dari arsitek digital berupa menciptakan keunggulan operasional dengan mengeksplorasi dan memanfaatkan fondasi teknologi digital untuk transformasi digital, integrasi sistem melalui operasi digital yang tangkas dan dapat diskalakan, merancang platform layanan digital untuk repositori data perguruan tinggi, tidak bereaksi terhadap peluang yang muncul satu kali, tetapi sebaliknya secara proaktif merancang kesuksesan yang berkelanjutan, memahami bagaimana transformasi digital dimungkinkan oleh teknologi yang sedang berkembang seperti big data, cloud computing, internet of things, teknologi seluler, dan platform media sosial.

Keempat, Berpusat pada Pelanggan (Customer Centrist)

Kepemimpinan yang berpusat pada pelanggan menjadi bagian penting dalam KTD untuk menciptakan dan memperkuat kolaborasi pelanggan, menciptakan pengalaman pelanggan ‘360 derajat’ dan meningkatkan layanan bisnis, mengoptimalkan dan memberikan layanan digital kepada pelanggan, serta menghasilkan nilai bagi pelanggan. KTD yang berpusat pada pelanggan akan berkembang dengan memperkuat kolaborasi dan meningkatkan pengalaman pelanggan melalui transformasi digital. Hal ini menunjukkan bahwa berpusat pada pelanggan mengarah pada peningkatan proposisi nilai pelanggan.

Dalam konteks manajemen bisnis, berpusat pada pelanggan berkepentingan dengan menciptakan kolaborasi pelanggan yang lebih baik untuk peningkatan layanan pelanggan, sehingga dapat meningkatkan penjualan produk dan layanannya menggunakan digitalisasi. Berpusat pada pelanggan berupaya meningkatkan pengalaman pelanggan melalui teknologi digital yang tepat dan bertanggung jawab atas pengiriman dan pengoptimalan layanan digital kepada pelanggan. KTD yang berpusat pada pelanggan akan mengelola bagian keterlibatan pelanggan dari platform yang mendukung layanan bisnis inovatif atau aplikasi front-end untuk digunakan pelanggan bersamaan dengan menghasilkan nilai bagi organisasi melalui digitalisasi.

Kelima, Kelincahan Organisasi (Organisational Agilist)

KTD yang berdasarkan kelincahan organisasi akan mengedepankan kebutuhan untuk perubahan organisasi yang positif, mengembangkan ambidexterity (ketangkasan luar biasa) dalam eksploitasi dan eksplorasi sumber daya untuk transformasi digital dan mengidentifikasi serta  merekrut orang-orang yang memiliki keterampilan yang sesuai untuk menerapkan transformasi digital. Seorang agilis organisasi akan mengembangkan pendekatan bagi perguruan tinggi untuk menerapkan transformasi digital melalui eksplorasi dan eksploitasi sumber daya yang diperlukan dan bagaimana perubahan organisasi tersebut akan dikelola dengan sukses. Hal ini menunjukkan bahwa agilis organisasi mengarah pada keterhubungan lintas fungsi dan penyederhanaan operasi.

Seorang agilis organisasi perlu meyakinkan seluruh unit perguruan tinggi untuk menerapkan digitalisasi dengan menghubungkan berbagai fungsi di seluruh unit. Tampaknya secara bersamaan menyeimbangkan eksploitasi dan eksplorasi sumber daya untuk implementasi transformasi digital yang sukses melalui perekrutan staf teknis yang tepat untuk mengimplementasikannya yang mungkin memerlukan adaptasi pendekatan mereka terhadap transformasi digital berdasarkan tuntutan dan peluang spesifik yang diidentifikasi.

Keenam, Advokat Data (Data Advocate)

Advokat data dalam KTD dapat menciptakan budaya dan pola pikir yang digerakkan oleh data, menciptakan strategi data untuk eksploitasi data, dan merancang arsitektur data menggunakan teknologi digital. Data dan eksploitasinya merupakan inti dari transformasi digital. Ini melibatkan pembangunan strategi data, budaya data, dan arsitektur data yang sukses, sehingga data perusahaan dapat dianalisis dan digunakan untuk membuat keputusan yang tepat dan menciptakan nilai. Seorang advokat data dapat memimpin dengan memanfaatkan data untuk peningkatan program strategis.

Advokat data membantu pimpinan dalam menciptakan platform arsitektur dalam transformasi digital untuk memanfaatkan wawasan dari analisis big data yang secara signifikan meningkatkan ketersediaan informasi bagi manajer untuk membuat keputusan berdasarkan bukti. Keberagaman informasi dalam dunia digital membantu setiap pemimpin di setiap level untuk lebih memahami berbagai kelompok pemangku kepentingan. Pendukung data berfokus pada memiliki tulang punggung layanan digital yang terdiri dari teknologi seperti komputasi awan, analisis data, dan teknologi seluler yang memberikan peluang untuk menciptakan nilai bagi data dan untuk pengambilan keputusan waktu nyata.

Ketujuh, Pengoptimal Proses Bisnis (Business Process Optimiser)

Dalam KTD, pengoptimal proses bisnis dan keputusan yang perlu dibuat adalah mampu merekayasa ulang dan mengoptimalkan proses bisnis serta memastikan perubahan proses yang didorong oleh bisnis. Proses bisnis pada perguruan tinggi menunjukkan arah dan tujuan dari proses yang dilakukan secara jelas dan terprogram untuk mencapai visinya. Seorang pengoptimal proses bisnis melibatkan rekayasa ulang dan peningkatan proses bisnis dengan fokus pada bagaimana digitalisasi akan menyelaraskan dan mengoptimalkan proses bisnis. Hal ini menunjukkan bahwa pengoptimal proses bisnis akan memimpin pada pengoptimalan proses bisnis lintas fungsi.

Pengoptimal proses bisnis selama digitalisasi harus mengoptimalkan kinerja bisnis atau fungsi dengan meninggalkan pola pikir ‘memecah belah dan menaklukkan’ yang umum di banyak organisasi besar, sehingga integrasi sangat penting agar transformasi digital berhasil di seluruh unit kampus. Pengoptimal proses bisnis adalah ketua atau koordinator pemilik proses bisnis yang bertugas mengatur beberapa pemilik proses dan subproses yang tersebar di seluruh organisasi untuk mendorong pengoptimalan proses bisnis. Karena itu, pengoptimal proses bisnis harus cukup berani untuk meminta pakar fungsional terbaik yang dimiliki organisasi untuk mendorong perubahan proses bisnis melalui digitalisasi.

Kedelapan, Penata Tempat Kerja Digital (Digital Workplace Landscaper)

Penata tempat kerja digital dalam KTD memiliki kemampuan dalam menciptakan, mengelola, dan memelopori tempat kerja digital serta meningkatkan pengalaman pegawai melalui solusi digital yang inovatif. Penata tempat kerja digital ini akan berkonsentrasi pada pengembangan tempat kerja digital bagi pegawai, mengidentifikasi inovasi dan solusi teknis yang mengubah lingkungan kerja, dan yang menciptakan fleksibilitas yang lebih besar bagi organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa penata tempat kerja digital memimpin evolusi sumber daya dan mengatasi adanya hambatan perubahan.

Penata tempat kerja digital menyerukan perubahan di tempat kerja melalui digitalisasi di seluruh unit. Perubahan di tempat kerja memerlukan dukungan pimpinan puncak dan/atau tim manajemen kepemimpinan teknologi informasi (TI) untuk mengelola transformasi tempat kerja digital daripada pemimpin fungsional. Penata tempat kerja digital mengetahui nilai TI dalam menanggapi dinamika lingkungan, sehingga ia mampu memanfaatkan sumber daya TI tersebut dengan tepat saat memberikan perubahan.

Dengan demikian, kepemimpinan pada Cyber Islamic University (CIU) UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon wajib memiliki kompetensi kepemimpinan transformasi digital (KTD)?. Paling tidak ada delapan kompetensi, jika tidak seluruhnya atau salah satunya yang dimiliki oleh pimpinan sebagai bagian yang dijadikan pertimbangan utama untuk keberlanjutan kepemimpinan di kampus CIU ini. Delapan kompetensi pada KTD tersebut, yaitu ahli strategi digital, ahli budaya digital, arsitek digital, berpusat pada pelanggan, kelincahan organisasi, pendukung data, pengoptimal proses bisnis, dan penata tempat kerja digital. Kompetensi ini menjadi tolak ukur atau instrumen yang dapat mengukur kepimpinanan kampus CIU, dari atas sampai ke bawah.

Penulis: Aan Jaelani

 

Tulisan ini dialihbahasakan dari karya McCarthy, P., Sammon, D., & Alhassan, I. (2022). Digital transformation leadership characteristics: A literature analysis. Journal of Decision Systems, 32(1), 79-109. https://doi.org/10.1080/12460125.2021.1908934.