Berita
Home » Pos » Berita » Bentuk Wujud Moderasi, IAIN Cirebon Berupaya Maksimal Menginternalisasi Nilai-Nilai Luhur Budaya Cirebon Ke Dalam Perguruan Tinggi

Bentuk Wujud Moderasi, IAIN Cirebon Berupaya Maksimal Menginternalisasi Nilai-Nilai Luhur Budaya Cirebon Ke Dalam Perguruan Tinggi

Rektor IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Dr H Sumanta M.Ag di acara Pembukaan Dialog Budaya Keagamaan hasil kerjasama Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi, Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI bersama IAIN Cirebon menegaskan, bahwa IAIN Syekh Nurjati Cirebon sebagai lembaga perguruan tinggi negeri yang ada di Cirebon berupaya maksimal untuk dapat menginternalisasi nilai-nilai luhur dari budaya Cirebon ke dalam lembaga perguruan tinggi.

Bahkan, rektor mengungkapkan, dalam transformasi kelembagaan dari IAIN menjadi universitas berbasis siber juga mengarusutamakan konsep moderasi.

“Harapannya, transformasi tersebut bukan hanya tentang keunggulan dalam pemanfaatan teknologi semata, namun juga dapat menjadi lembaga yang berhasil mempertalikan agama dengan nilai kebudayaan lokal melalui cara pandang yang moderat,” paparnya.

Mengenai Dialog Budaya Keagamaan ini, Sumanta memberikan sudut pandang  Cirebon yang multikultural, sehingga Cirebon merupakan kota dengan mata rantai historis yang menarik, terutama dari sisi sosiokultural keagamaan.

Selain itu, Cirebon juga menjadi bagian penting dari proses panjang sejarah Islam di Indonesia. Sehingga pada gilirannya menjadikan Cirebon sebagai salah satu pusat penyebaran Islam sekaligus pusat budaya di Jawa Barat.

Bukan Lagi Mimpi! Jurnal Sinta 2 Al-Tarbawi Al-Haditsah Diundang Jurnal Internasional Q1 untuk Tembus Scopus

Maka tak mengherankan jika para ahli berpendapat, bahwa untuk memahami kebudayaan masyarakat Cirebon tidak dapat dilepaskan dari Islam yang telah berperan dalam membentuk kebudayaan itu.

“Pernyataan di atas menjadi suatu keniscayaan bahwa Cirebon memiliki keragaman budaya sebagai kekayaan sosial berupa nilai-nilai kebudayaan yang luhur,” ujar Sumanta.

Untuk itu, kata Sumanta, diperlukan proses transmisi melalui dialog-dialog kebudayaan yang bertujuan untuk mengkristalisasi warisan nilai-nilai kebudayaan tersebut. Selain itu, dalam prosesnya juga dibutuhkan pula penelaahan terhadap peran Islam sebagai agama mayoritas. Karena, bagaimanapun terdapat akulturasi antara tradisi yang membudaya dengan agama itu sendiri.

“Seperti telah kita ketahui bersama, proses Islamisasi berlangsung lama di Cirebon. Dan Islam di Cirebon, seperti juga di daerah lain di Indonesia, menjadi agama yang bukan hanya menyediakan sistem keyakinan dan peribadatan, juga sistem relasi sosial yang memiliki fungsi mendasar sebagai pembentuk “moral community”, salah satunya melalui bentuk kesultanannya,” terang Rektor Sumanta.

Sumanta juga menjelaskan, bahwa Kesultanan Cirebon dicetuskan dengan sangat moderat, khususnya dalam konsep cipta ekspresi religi. Hal tersebut dapat terlihat dari bagaimana Sunan Gunung Jati sebagai pionir Kesultanan Cirebon mengkonsepsi ajaran-ajaran Islam yang dapat menyesuaikan kondisi sosial budaya masyarakat Cirebon pada saat itu.

Mahasiswa UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon Menjadi Khatib di Pattani, Thailand: Dakwah Intelektual Nusantara Menginspirasi Komunitas Melayu-Muslim

Untuk itu, kata Sumanta, memaknai agama dalam konteks ke-Cirebon-an, setidaknya harus menyertakan 3 dimensi dasarnya, yaitu dimensi keyakinan beragama, prinsip praktik keagamaan, dan dimensi pengalaman beragama.

“Karena bagaimanapun agama sebagai realitas sosial, paling tidak memiliki tiga corak pengungkapan. Yaitu sebagai sistem kepercayaan, sistem persembahan, dan sistem hubungan sosial. Dan hal terakhir menjadi standing point, di mana Indonesia sebagai negara dengan masyarakat yang majemuk memerlukan perumusan sekaligus aktualisasi yang riil dari konsep moderasi beragama,” ucapnya.

Demikian juga, Sumanta menjelaskan, sebagai Culture Builder (pembangunan) setiap agama, termasuk Islam memiliki tinggalan budaya yang perlu dilestarikan dan dipelihara. Karena, pada hakikatnya hal itu merupakan kekayaan yang harus diwariskan sebagai Khazanah keagamaan.

Khazanah keagamaan, menurut Sumanta, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari warisan budaya. Semua bentuk peninggalan tersebut terkait dengan beragam aspek keberagamaan. Mulai dari aspek keyakinan, pengalaman ritual, pengetahuan, tata ajaran, artefak keagamaan, serta segenap objek produk hubungan sebab akibat antara agama dan aspek lainnya.

“Karena bagaimanapun, khazanah keagamaan pada gilirannya menjadi karakteristik penting bagi peradaban suatu bangsa,” tuturnya.

Benchmarking UIN Gusdur Pekalongan ke UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon: Kolaborasi UIN-PTKIN Menguat Lewat Podcast Bersama

Sementara itu, kegiatan Dialog Budaya Keagamaan yang dibuka langsung oleh Menteri Agama RI, diselenggarakan di salah satu hotel di wilayah Cirebon ini bertemakan “Kesultanan Nusantara dan Moderasi Beragama” dan dilaksanakan selama 3 hari, yakni Sabtu-Senin (25-27/9/2021) dengan peserta 62 Offline serta 500 lebih online.

 

Berita Populer

01

UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon Lantik 11 Dosen Baru, Rektor Tekankan Integritas dan Profesionalitas

02

Pengumuman Perpanjangan Pendaftaraan Wisuda Sarjana, Magister, dan Doktor ke-3

03

Dua Dosen FUA UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon Didapuk Jadi Narasumber Workshop BRIN

04

UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon Mantapkan Budaya Mutu Digital melalui Rapat Tinjauan Manajemen 2025

05

Menag Nasaruddin Umar Buka Kick Off Hari Guru Nasional 2025 di UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon, Rektor: Momentum Menguatkan Spirit Pendidikan Berbasis Iman dan Ilmu

Download PPID UINSSC Mobile App

Kalender

November 2025
M T W T F S S
 12
3456789
10111213141516
17181920212223
24252627282930

Archives

Pos Terbaru