
UIN Siber Cirebon — Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Siber Syekh Nurjati Cirebon, yang dikenal luas sebagai Cyber Islamic University (CIU), kembali mencatatkan tonggak sejarah akademik dalam gelaran Sidang Ujian Terbuka Disertasi Gelombang IX Program Doktor. Momen istimewa ini menghadirkan Wahyu Oktaviandi, seorang jaksa senior, sebagai kandidat doktor dari Program Studi Hukum Keluarga Islam (HKI).
Disertasinya yang berjudul “Peran Jaksa Penuntut Umum terhadap Barang Bukti Pihak Ketiga dalam Perspektif Maqashid Syariah” tidak hanya mengupas sisi teknis hukum acara pidana, tetapi juga menyelami dimensi nilai-nilai syariah dalam perlindungan hak pihak ketiga dalam proses peradilan pidana.
Bertempat di Auditorium Pascasarjana Gedung A Lantai 3, sidang berlangsung khidmat dan sarat nuansa ilmiah, dihadiri oleh para akademisi, mahasiswa, serta para profesional dari lingkungan hukum dan kejaksaan. Dengan pengetahuan dan pengalaman panjang di bidang hukum, Wahyu sukses mempertahankan gagasan disertasinya di hadapan para penguji yang merupakan pakar-pakar hukum dan syariah nasional.
Sidang terbuka ini dipimpin oleh Prof. Dr. H. Aan Jaelani, M.Ag sebagai Ketua Sidang sekaligus Penguji I, dan didampingi oleh Prof. Dr. H. Ilman Nafi’a, M.Ag sebagai Sekretaris Sidang. Bertindak sebagai Promotor Utama adalah Prof. Dr. H. Sugianto, M.H, didukung oleh Prof. Dr. Wasman, M.Ag dan Prof. Dr. Abdul Aziz, M.Ag sebagai Promotor Pendamping. Tim penguji juga menghadirkan Prof. Dr. H. Ahmad Asmuni, M.A., serta dua Oponen Ahli, yakni Prof. Dr. Pujiyono Suwadi, S.H., M.H. dan Dr. R. Narendra Jatna, S.H., LLM. Tugas pedelmen diemban oleh Nasrullah, S.Ag, M.Pd.I.
Dalam paparannya, Wahyu Oktaviandi menyoroti bagaimana mekanisme penyitaan barang bukti milik pihak ketiga kerap menimbulkan kerugian yang tidak proporsional, serta minimnya regulasi yang memperhatikan hak-hak mereka. Dengan pendekatan Maqashid Syariah — sebuah kerangka filsafat hukum Islam yang bertumpu pada perlindungan lima hal pokok: agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta — Wahyu menegaskan perlunya perspektif etik dan keadilan yang lebih utuh dalam praktik hukum modern.
“Disertasi ini mencoba menjembatani kebutuhan hukum positif dengan nilai-nilai luhur hukum Islam, agar perlindungan hukum terhadap pihak ketiga tidak hanya formal, tetapi juga substansial dan manusiawi,” ungkap Wahyu dalam presentasinya.
Rekam Jejak Wahyu Oktaviandi di dunia penegakan hukum pun menambah bobot pada substansi disertasinya. Beberapa posisi strategis yang pernah diemban antara lain:
- Jaksa pada Kejari Jakarta Utara (2012–2015) dan Kejati DKI Jakarta (2015–2016)
- Jaksa pada Kejari Lombok Tengah (2016–2017)
- Kasi Pidum Kejari Kotabaru (2017–2019)
- Kasi Intel Kejari Kab. Cirebon (2019–2021)
- Kasi Intel Kejari Batam (2021–2022)
- Kasi Pidum Kejari Pontianak (2021–2022)
- Kasi Perdata dan TUN Kejari Jakarta Utara (2023–sekarang)
Dengan latar belakang tersebut, kehadiran Wahyu di CIU tidak hanya menunjukkan sinergi antara dunia akademik dan praktik hukum, tetapi juga memperkuat posisi UIN Siber Cirebon sebagai ruang intelektual terbuka dan adaptif terhadap isu-isu kontemporer.
Rektor UIN Siber Cirebon, Prof. Dr. H. Aan Jaelani, M.Ag., dalam sambutannya menyampaikan rasa bangga atas kepercayaan Wahyu dalam memilih UIN Siber Cirebon sebagai tempat menempuh pendidikan doktoralnya.
“Kami sangat mengapresiasi kehadiran beliau sebagai mahasiswa dan kini doktor lulusan UIN Siber Cirebon. Ini menunjukkan bahwa PTKIN juga menjadi rujukan ilmiah yang kredibel untuk pengembangan karir profesional, termasuk bagi para praktisi hukum negara. Ini adalah bentuk nyata inklusivitas, keilmuan terbuka, dan moderasi beragama yang kami bangun di kampus ini,” ungkap Rektor.
Senada, Direktur Pascasarjana UIN Siber Cirebon, Prof. Dr. H. Ilman Nafi’a, M.Ag., juga menyampaikan apresiasi yang tinggi atas kontribusi Wahyu dalam mengangkat topik yang strategis dan relevan secara hukum maupun syariah.
“Beliau membuktikan bahwa keilmuan Islam sangat relevan dalam menjawab tantangan hukum modern, bahkan dalam isu-isu teknis sekalipun. Kami bangga CIU dapat menjadi laboratorium keilmuan lintas disiplin seperti ini,” tegasnya.
Ujian terbuka ini menjadi bukti nyata bahwa Cyber Islamic University terus mendorong inovasi, keberagaman, dan integrasi ilmu syariah dengan hukum kontemporer. Keterlibatan jaksa-jaksa senior seperti Paris Manalu dan Wahyu Oktaviandi menjadi simbol bahwa ilmu tidak mengenal batas agama, jabatan, maupun latar belakang. Yang utama adalah komitmen pada pencarian kebenaran dan keadilan.