Hari ini, hari paling membanggakan bagi keluarga besar Kementerian Agama. Pada 3 Januari 1946, Kementerian Agama resmi berdiri sebagai bagian dari perangkat bernegara dan berpemerintahan. Pada hari itu pula Indonesia mengukuhkan sebagai negara yang pertama kali memiliki kementerian di bidang agama.
Kementerian Agama hadir untuk mengatur, membimbing, melayani serta melindungi semua pemeluk agama di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Agama menyertai denyut nadi kebangsaan kita.
Kementerian Agama bertugas sebagai pengawal dasar negara yaitu Pancasila yang di dalamnya mengandung nilai-nilai agama dan mencerminkan jati diri bangsa Indonesia. Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa adalah jantung kebangsaan, tempat bertemunya semangat beragama dan cinta Tanah Air. Sila kedua, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab berintikan ajaran universal semua agama dalam menghargai jiwa, kehormatan, dan kehidupan setiap manusia. Sila ketiga, Persatuan Indonesia bermakna ikatan bangsa yang merajut keberagaman dan keberagamaan masyarakat Indonesia. Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan mewujud pada sistem demokrasi yang khas Indonesia. Dan, sila kelima, yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia diterjemahkan dalam kebijakan menggerakkan segenap sumberdaya demi perbaikan nasib dan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara merata.
Melihat amat pentingnya tugas itu, maka pada setiap diri aparatur Kementerian Agama melekat beberapa misi yang saling terkait. Misi itu antara lain: mengayomi bangsa dengan bimbingan kehidupan beragama yang berkualitas, melebarkan akses pendidikan agama dan keagamaan yang bermutu, memberikan pelayanan keagamaan sesuai kebutuhan, serta menjaga kerukunan hidup antarumat beragama.
Pada masa kekinian, tugas itu semakin berat tantangannya karena kita menghadapi zaman yang cepat berubah. Kita berada dalam lingkup masyarakat lebih luas yang meliputi warga global hingga generasi digital. Tuntutan publik terhadap kita semakin tinggi, terbuka, dan spontan. Diperlukan sikap yang tepat dan cerdas dalam merespons tuntutan masyarakat terhadap Kementerian Agama.
Kita tidak boleh lagi bekerja dengan kacamata kuda yang minim kepedulian terhadap sekitar. Dengarlah aspirasi dari berbagai arah agar kita dapat mencapai target kinerja sekaligus memenuhi harapan publik. Kemudian, marilah kita latih kepekaan agar lebih memahami persoalan riil di masyarakat sehingga dapat menentukan prioritas kerja. Dalam bahasa agama, langkah ini dikenal dengan istilah taqdimul aham min almuhim, dahulukan yang terpenting daripada yang penting.
Kita patut bersyukur, berbagai upaya perbaikan telah membuahkan hasil. Mengiringi usianya yang ke-72, Kementerian Agama sukses menorehkan sejumlah prestasi. Di bidang tata kelola, mendapat opini hasil audit BPK dengan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dan kenaikan indeks penilaian reformasi birokrasi. Di bidang pelayanan haji, indeks kepuasan jemaah haji terus meningkat. lndeks kerukunan beragama berada dalam angka positif. Begitu pula dengan pelayanan nikah di KUA. Juga kenaikan pada standar mutu pendidikan agama dan keagamaan di tingkat dasar, menengah maupun perguruan tinggi. Selain itu, Kementerian Agama dinilai sebagai penyumbang PNBP terbesar, pelapor LHKPN terbanyak serta beberapa penghargaan lainnya dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ini menunjukkan bahwa kita telah mampu bertransformasi melalui sistem yang baik. Namun, hal ini harus segera diimbangi dengan perubahan mental, cara berpikir, dan budaya kerja yang baik. Lima Nilai Budaya Kerja tak boleh sekadar jadi slogan, tapi harus terus terinternalisasi dalam setiap pelaksanaan tugas di masing-masing satuan kerja. Selain itu, prinsip Bersih dan Melayani harus senantiasa dijunjung tinggi.
Hari Amal Bakti ke-72 Kementerian Agama tahun 2018 mengambil tema: “Tebarkan Kedamaian”. Tema ini dipilih karena pada hakikatnya agama berfungsi menyemai kebaikan dan menebar kedamaian. Kedamaian adalah pesan universal semua agama kepada umat manusia. Kedamaian akan membawa kebahagiaan. Kedamaian adalah jalan menuju kesejahteraan dan kemajuan. Kedamaian merupakan pintu maslahat bersama. Dan, hanya dengan hati yang damai, sanubari kita bisa merasakan kasih sayang Tuhan yang hakiki.
Sebagai hamba Tuhan dan aparatur negara, kita semua menyadari bahwa panggilan terbesar tentu adalah panggilan Tuhan. Maka yakinilah bahwa panggilan tugas melayani sesama, melayani masyarakat sesuai dengan fungsi dan tanggung jawab kita masing-masing hakikatnya adalah pengejawantahan dan manifestasi dari panggilan Tuhan.
Sembari menengadahkan kedua tangan dengan penuh harap, marilah kita memanjatkan doa:
اَللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الثَّبَاتَ فِيْ الاَمْرِ,وَالْعَزِيْمَةَعَلي الرَّشْدِ, وَنَسْأَلُكَ مُوْجِيبْاَتِ رَحْمَتِكَ, وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ, وَنَسْأَلُكَ شُكْرَنِعْمَتَكَ, وَحُسْنَ عِبَادَتَكَ, اِنَّكَ اَنْتَ اْلعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ
Ya Tuhan, sungguh kami memohon kepada-Mu keteguhan dalam segala urusan, ketetapan hati, curahan kasih sayang serta limpahan ampunan.
Ya Tuhan, sungguh kami memohon rasa syukur akan nikmat-Mu dan sebaik-baik dalam beribadah kepadaMu. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui Jagi Bijaksana.
Jakarta, 3 Januari 2018
Menteri Agama RI
Lukman Hakim Saifuddin
sumber : http://www.bingkaibanua.com/2018/01/amanat-sambutan-pidato-menteri-agama-ri.html