UIN Siber Cirebon (Paris) — Kiprah ulama perempuan Indonesia yang telah berkontribusi signifikan sejak akhir abad ke-19 menjadi sorotan utama dalam khutbah Jumat yang disampaikan oleh Dr. Faqihudin Abdul Kodir, M.A., Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon, yang juga dikenal dengan Cyber Islamic University (CIU). Khutbah ini digelar di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Paris, Prancis, pada Jumat (13/12/2024) dan dihadiri oleh sekitar 120 jamaah, termasuk Duta Besar RI untuk Prancis, Mohammad Oemar, pejabat KBRI, dan komunitas diaspora Indonesia.
Dalam khutbahnya, Kang Faqih, sapaan akrabnya, menyoroti peran luar biasa ulama perempuan Indonesia yang telah menjadi pelopor pendidikan dan gerakan keagamaan. Ia mencontohkan tokoh-tokoh seperti Tengku Fakinah, yang memulai pendidikan perempuan di Aceh pada akhir abad ke-19, Rahmah Al-Yunusiah yang mendirikan sekolah agama perempuan di Padang Panjang dan mendapat pengakuan dari Al-Azhar Kairo Mesir, hingga Khoiriyah Hasyim yang mendirikan pesantren perempuan pertama di Mekkah pada tahun 1942.
“Kata ulama, secara generik, berarti orang-orang yang memiliki ilmu, baik laki-laki maupun perempuan. Di Indonesia, banyak perempuan berilmu yang tidak hanya belajar agama hingga perguruan tinggi, tetapi juga berkiprah sebagai ulama, penghafal Al-Qur’an, pengkaji kitab, hingga profesor di bidang keagamaan,” jelas Kang Faqih.
Lebih lanjut, ia menyoroti kiprah perempuan Indonesia dalam organisasi dan kebijakan. Gerakan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), yang pertama kali digagas di Pesantren Kebon Jambu Babakan Ciwaringin Cirebon, telah menyelenggarakan dua kongres dan mengeluarkan fatwa-fatwa yang memengaruhi kebijakan nasional. Salah satunya adalah pengesahan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU No. 12 Tahun 2022) serta peran ulama perempuan dalam bimbingan perkawinan, diplomasi konflik, hingga pengelolaan sumber daya alam.
Dubes RI di Paris, Mohammad Oemar, memberikan apresiasi atas khutbah ini. Apa yang disampaikan oleh Kang Faqih sangat membuka wawasan tentang bagaimana ulama perempuan Indonesia telah berkontribusi tidak hanya untuk bangsa tetapi juga dunia, sebagaimana disampaikan dalam khutbah.” ungkapnya.
Khutbah ini juga menarik perhatian masyarakat diaspora di Paris. Salah seorang peserta menyampaikan harapannya agar perspektif Islam Indonesia yang inklusif dan humanis dapat terus diperkenalkan ke dunia, terutama untuk mengatasi tantangan Islamofobia.
Kehadiran Dr. Faqihudin di Paris menjadi langkah penting untuk menunjukkan bahwa Islam Indonesia, dengan kekayaan tradisi dan inklusivitasnya, memiliki peran besar dalam membangun dialog lintas budaya dan agama di tingkat global.