Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon menggelar prosesi Sidang Senat Terbuka dalam Rangka Wisuda XXIII selama 3 hari, yaitu Senin, Rabu, dan Kamis (18, 20, 21/10/2021).
Kegiatan yang dilaksanakan di salah satu hotel di wilayah Kota Cirebon ini diikuti sebanyak 1336 wisudawan. Namun, mengingat masih dalam situasi pandemi, pelaksanaannya pun dibagi menjadi 3 hari.
Untuk hari pertama, Senin (18/10/2021), prosesi wisuda ini diikuti 483 wisudawan dari Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) IAIN Syekh Nurjati Cirebon.
Hari kedua, Rabu (20/10/2021) diikuti 496 wisudawan dari FITK dan Fakuktas Syariah dan Ekonomi Islam (FSEI). Sedangkan hari ketiga, Kamis (21/10/2021) diikuti 357 wisudawan dari Fakultas Ushuludin, Adab, dan Dakwah (FUAD), serta dari Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon.
Kegiatan ini dilaksanakan secara luring. Dalam pelaksanaannya pun menerapkan protokol kesehatan yang ketat, seperti memakai masker, menjaga jarak, dan membatasi jumlah peserta wisudawan maupun tamu undangan.
Sebagai informasi, saat ini IAIN Syekh Nurjati Cirebon masih berproses untuk bertansformasi menjadi universitas. Istimewanya, predikat yang bakal disandang kampus kebanggaan masyarakat Cirebon dan sekitarnya ini bukan universitas biasa, namun berbasis siber dengan nama Universitas Islam Siber Syekh Nurjati Indonesia (UISSI).
Proses transformasi tersebut telah sampai di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) dan tinggal menunggu dibuat Surat Keputusan (SK) saja.
Dalam pidatonya, Rektor IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Dr H Sumanta Hasyim MAg memaparkan, secara sederhana, transformasi khazanah keilmuan yang menyeluruh dalam rangka menciptakan intelektual organis menjadi visi utama dari universitas Islam, termasuk IAIN Syekh Nurjati Cirebon.
“Maka, dari pemahaman tersebut dapat dikatakan bahwa fungsi universitas Islam bukan sebatas transfer of knowledge, namun sekaligus juga mengemban tugas aktualisasi nilai-nilai Islam yang universal,” katanya.
Dalam rangka menjalankan tugas tersebut, lanjut Sumanta, universitas Islam harus memiliki sekaligus mengaplikasikan pendekatan dalam studi agama yang bercorak sosio-historis dan rasional-filosofis.
“Hal tersebut diperlukan untuk menggantikan paradigma lama yang dikotomis, yang membenturkan antara ilmu agama dan ilmu umum. Karena itu, IAIN Syekh Nurjati Cirebon mengetengahkan paradigma organis sebagai landasan filosofis dalam penyelenggaraan tri dharma perguruan tinggi,” tuturnya.
Menurut Sumanta, paradigma organis tersebut berarti menjadikan aktivitas kependidikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari beragam komponen yang secara terpadu bekerja bersama dalam rangka mencapai tujuan tertentu, yaitu aktualisasi nilai-nilai Islam yang universal.
“Lebih lanjut, ketika IAIN Syekh Nurjati Cirebon bertransformasi menjadi UISSI, sebagai universitas berbasis siber, tugas tersebut menemui tantangan baru, yaitu tantangan aktualisasi nilai-nilai Islam yang universal di ruang maya,” ungkapnya.
Untuk itu, transformasi IAIN Syekh Nurjati Cirebon menjadi UISSI bukan hanya merupakan peluang besar, namun juga sekaligus menjadi tantangan yang nyata. Karena bagaimanapun, penggunaan teknologi bukan hanya mendatangkan manfaat, tetapi juga dapat menimbulkan permasalahan yang besar apabila penggunaan teknologi tersebut tidak dilakukan dengan bijak.
“Kita menyadari bahwa dengan memaksimalkan penggunaan teknologi, kampus berbasis siber dapat meruntuhkan dinding batasan primordial karena dapat diakses secara global. Namun di saat yang sama, hal tersebut juga dapat menjadi ancaman serius apabila tidak memiliki distingsi yang jelas. Distingsi yang bukan sekadar sebagai pembeda atau penciri, namun juga sekaligus sebagai dasar filosofis,” terangnya.
Pasalnya, Sumanta menjelaskan, ruang maya merupakan ruang virtual yang sengaja dibuat oleh manusia. Namun, manusia sendiri justru tidak dapat menentukan dengan pasti berapa luas ruang tersebut.
“Karena itu, dengan dukungan internet dan teknologi, ruang maya pada gilirannya berubah menjadi sebuah ‘dunia baru’ yang perkembangannya bahkan tidak pernah dibayangkan oleh manusia sebelumnya,” jelas dia.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Sumanta menegaskan, IAIN Syekh Nurjati Cirebon yang kini bertransformasi menjadi kampus berbasis siber atau UISSI akan mengimplementasikan kerangka paradigma organis dalam model sirkular.
Yaitu, kata dia, satu model pengintegrasian ilmu agama dan ilmu umum secara berkesinambungan dan simultan.
“Artinya, pengintegrasian keduanya bukan hanya sebatas menemukan keterkaitan, namun juga melihat lebih jauh bagaimana keduanya saling memengaruhi sekaligus saling membutuhkan satu sama lain,” tegasnya.
Karena itu, Sumanta menerangkan, agar integrasi tersebut dapat dikatakan sebagai suatu kesinambungan, maka sedikitnya diperlukan dua hal, yaitu teknologi dan nilai kearifan lokal.
“Bukan tanpa alasan nilai kearifan lokal menjadi hal yang penting dalam konteks integrasi keilmuan. Karena bagaimanapun, Cirebon memiliki mata rantai historis dari sisi sosiokultur keagamaan yang pernah menjadikan Cirebon sebagai salah satu destinasi pengembangan pengetahuan, khususnya Islam,” jelasnya.
Dengan demikian, Sumanta berharap, nilai kearifan lokal tersebut dapat semakin merekatkan ilmu agama dan ilmu umum. Yaitu, dengan memanfaatkan teknologi sebagai alat dan menginternalisasi nilai kearifan lokal sebagai paradigma filosofis, maka proses integrasi antara ilmu agama dan ilmu umum dapat terjadi secara simultan sekaligus diaplikasikan secara nyata di ruang maya.
Sehingga, imbuh Sumanta, hal itu diharapkan dapat membangun pengetahuan dan ide baru melalui penyatuan nilai-nilai sekaligus informasi dari beragam paradigma keilmuan.
“Pada akhirnya secara kelembagaan, paradigma integrasi yang dijelaskan di atas memiliki tujuan untuk dapat membantu dan mendorong seluruh sivitas akademika agar dapat mengaktualisasikan dirinya dengan nilai-nilai Islam yang universal, sehingga mampu menjadi manusia paripurna atau insan al-kamil,” tuturnya.
Sementara itu, Dekan FITK IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Dr H Farihin MPd menjelaskan, ada 702 mahasiswa FITK yang diwisuda dan terbagi dalam 2 hari kegiatan tersebut.
“Dari total 10 jurusan di FITK, hari ini (Senin, 18/10/2021) baru sebagian yang diwisuda. Sedangkan sisanya akan diwisuda pada hari Rabu (20/10/2021),” jelasnya kepada Suara Cirebon.
Dalam satu tahun ini, ungkap Farihin, pada tahun akademik 2020/2021, IAIN Syekh Nurjati Cirebon telah melangsungkan 2 kali prosesi wisuda dan FITK telah meluluskan lebih dari 1000 mahasiswa.
“Pada wisuda bulan Maret 2021, FITK meluluskan 350 lebih mahasiswa dan wisuda kedua ini, bulan Oktober 2021, FITK meluluskan 702 mahasiswa. Jadi tahun akademik 2020/2021 ini kita sudah meluluskan lebih dari 1000 mahasiswa,” terangnya.
Berdasarkan informasi yang didapat pihaknya, Farihin memaparkan, alumni FITK IAIN Syekh Nurjati Cirebon tersebut terserap di berbagai bidang dunia kerja, baik lembaga pemerintah maupun swasta.
“Seperti menjadi guru. Bahkan lulusan FITK itu tidak hanya menjadi guru, ada yang di instansi pemerintah daerah, provinsi, perbankan, PJKA, dan perusahaan-perusahaan swasta. Sebenarnya sebaran alumni kita sangat variatif,” paparnya.
Terkait integrasi keilmuan dalam rangka transformasi lembaga dari IAIN Syekh Nurjati Cirebon menjadi UISSI, kata Farihin, pihaknya akan menyatukan antara ilmu agama dan ilmu umum. Sehingga, tidak terjadi dikotomi di berbagai bidang keilmuan.
“Seperti, di dalam ilmu umum yang diajarkan juga ada visi misi keagamaan, yaitu ada nilai-nilai keagamaan yang dapat diinternalisasikan dalam mata kuliah umum tersebut. Pada tataran praktis kita serahkan ke jurusan masing-masing,” jelasnya.
Pada intinya, lanjut Farihin, dosen-dosen yang mengajar mata kuliah umum, harus mampu menyisipkan nilai-nilai agama dalam perkuliahannya. Seperti, dia mencontohkan, dosen matematika harus mampu menjelaskan rumus-rumus matematika dalam perspektif keagamaan.
“Begitu juga dosen-dosen lainnya, seperti biologi, kimia. Jadi jangan sampai lepas sama sekali dengan nilai-nilai keagamaan. Saya kira wujudnya seperti itu,” terangnya.
Untuk itu, Farihin berharap, hal ini dapat memuaskan mahasiswa maupun steakholder yang ada di IAIN Syekh Nurjati Cirebon.
“Seperti kepada orang tua mahasiswa, kepada masyarakat, termasuk kepada Kementerian Agama sebagai lembaga yang menaungi kita. Itu harapan-harapan kami,” pungkasnya.