
UIN Siber Cirebon — Suasana rooftop Gedung Pusat Laboratorium UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon sore itu tampak berbeda. Langit yang mulai memerah menjadi saksi penyelenggaraan kegiatan istimewa: Seminar dan Rukyat Hilal yang digelar oleh Laboratorium Ilmu Falak Fakultas Syariah. Mengusung semangat kolaboratif antara sains dan spiritualitas, kegiatan ini berlangsung mulai pukul 15.30 hingga 18.30 WIB dan dihadiri oleh puluhan peserta dari kalangan akademisi, pelajar, hingga praktisi falakiyah. (27/05).
Dalam sambutannya, Kepala Laboratorium Ilmu Falak, Zainul Alim, menekankan bahwa kegiatan ini merupakan bentuk integrasi ilmu pengetahuan dengan nilai-nilai keislaman.
“Rukyat hilal bukan sekadar aktivitas observasi langit. Ini adalah wujud sinergi antara teori dan praktik, antara akademik dan religiusitas. Melalui kegiatan ini, kami ingin menguatkan posisi ilmu falak sebagai fondasi ilmiah penentuan waktu ibadah dalam Islam,” ujarnya penuh semangat.
Narasumber Ungkap Tantangan dan Solusi Penentuan Awal Bulan
Seminar diawali dengan pemaparan dari Syauqi Nahwandi, pakar falak yang membahas topik “Metode Penentuan Awal Bulan Dzulhijjah dan Problematika di Indonesia”. Ia menjelaskan bahwa perbedaan metode—antara rukyat dan hisab—masih menjadi tantangan tersendiri dalam konteks Indonesia. Ia juga menekankan pentingnya pemahaman bahwa pelaksanaan ibadah seperti puasa Arafah tidak harus mengikuti waktu wukuf di Arafah, melainkan berdasarkan kalender hijriah lokal.
Dalam sesi praktik, Syauqi memberikan pelatihan singkat kepada peserta terkait penggunaan alat-alat falak:
- Theodolit: untuk mengukur sudut ketinggian hilal secara akurat,
- Teleskop Manual: digunakan dalam rukyat tradisional,
- Teleskop Otomatis: terintegrasi dengan sistem komputer untuk pelacakan bulan secara presisi.
Hasil Hisab dan Realita Lapangan
Sesi kedua dipandu oleh Rizal Ramadhan, yang membahas hasil perhitungan hisab berdasarkan markaz pengamatan di Gedung Laboratorium. Berdasarkan data yang dihitung, hilal pada saat rukyat memiliki ketinggian 1 derajat 21 menit 14 detik dan illuminasi 0,30%.
“Kondisi ini sangat menantang. Hilal sangat tipis dan berisiko tak terlihat jika tertutup awan. Karena itu, kesabaran dan kecermatan adalah modal utama dalam rukyat,” jelas Rizal.
Antusiasme Peserta: Dari Mahasiswa hingga Siswa Sekolah
Kegiatan ini diikuti dengan antusias oleh peserta dari berbagai latar belakang, seperti mahasiswa Ilmu Falak, perwakilan Lembaga Falakiyah NU Majalengka, Badan Hisab Rukyat Daerah (BHRD) Kabupaten Cirebon, serta siswa-siswi SMAN 1 Gegesik. Sejak awal acara, semangat keingintahuan dan kekaguman terhadap langit senja tak kunjung surut.
Meski hilal tak berhasil teramati secara kasatmata karena kondisi cuaca, semangat para peserta tak luntur. Bagi banyak dari mereka, ini adalah pengalaman pertama melakukan rukyat hilal dengan perangkat canggih dan bimbingan langsung dari pakar.
Kolaborasi Langit dan Bumi: Menatap Masa Depan Ilmu Falak
Seminar dan rukyat hilal ini menjadi bukti nyata bahwa UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon terus mendorong integrasi antara ilmu dan iman. Melalui kegiatan ini, Laboratorium Ilmu Falak bukan hanya menjadi pusat akademik, tetapi juga mercusuar spiritualitas modern—yang mampu meneropong langit, sembari mengakar kuat pada nilai-nilai Islam.
“Semoga kegiatan ini tidak berhenti di langit Cirebon hari ini, tetapi terus berkembang dan menginspirasi generasi muslim untuk menjadikan falak sebagai ilmu yang hidup dan membumi,” tutup Zainul Alim dengan harapan penuh.