Pelaksanaan Ujian Masuk Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (UM-PTKIN) telah dilaksanakan dengan baik dan lancar. Hasilnya akan diumumkan pada 8 Juli 2024 pukul 15.00 WIB. Panitia nasional berusaha melaksanakan kegiatan ini secara adil dan bermartabat. Makna keadilan yang dimaksud adalah nilai kesulitan dan kemudahan didasarkan pada sistem yang dibuat secara merata baik di pusat ibu kota maupun daerah. Soal yang dipakai dalam seleksi di Jakarta dan di daerah lain memiliki nilai kesulitan yang sama. Langkah ini diambil agar mutu lulusan hasil seleksi secara nasional sama. Tidak membedakan kota dan daerah, universitas dan non-universitas (IAIN dan STAIN).
Panitia nasional seleksi sangat serius dalam membuat soal test masuk. Pola pembuatan soal dengan melalui 14 tahapan yang sangat ketat dalam menentukan soal yang layak untuk disajikan. Misalnya, dalam menentukan soal yang dipilih adalah terhindar dari bahasa yang mengandung nilai misoginis. Yakni kebencian terhadap kaum perempuan atau ada tendensi ketidakadilan gender. Termasuk soal yang mengandung nilai kekerasan sangat dihindari.
Kezaliman dalam penentuan kelulusan sangat dijauhkan dari proses penetapan kelulusan. Hal ini dimaksudkan oleh panitia nasional agar diperoleh hasil lulusan yang semestinya. Dihindarkan dari praktik mengganti peserta yang lulus dengan peserta lain yang tidak lulus. Sikap kejujuran dan fair play berusaha diwujudkan dalam praktik penentuan kelulusan. Ini artinya, dari sisi kualitas proses, tampaknya ujian masuk PTKIN sangat memperhatikan mutu. Harapannya, mutu proses, pelaksanaan dan hasil yang diperoleh.
Dalam proses seleksi ujian masuk, peserta terbanyak di tingkat UIN diduduki oleh UIN Sunan Gunung Djati Bandung, sementara di tingkat IAIN, peserta terbanyak diduduki oleh IAIN Syekh Nurjati Cirebon, dan peserta terbanyak di level STAIN diraih oleh STAIN Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara. Mengapa masih menggunakan nama IAIN Syekh Nurjati Cirebon? Memang, ada dua alasan. Pertama, saat didaftarkan mengikuti ujian seleksi, posisi masih menjadi IAIN. Kedua, sementara ini di Pangkalan Data Dikti Kemendikbudristek belum ada rumah UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon karena masih dalam proses migrasi data dan reakreditasi prodi-prodi dan APT atas nama UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon.
Pada proses Ujian Masuk PTKIN ini terdapat beberapa upaya yang dilakukan panitia dalam meningkatkan mutu. Proses diperbaiki dengan memperhatikan masukan-masukan, pembuatan soal dengan melibatkan berbagai ahli di bidangnya masing-masing, penentuan hasil juga menyertakan pihak pengelola perguruan tinggi secara bijak. Dikatakan secara bijak, karena panitia memberi kesempatan kepada pihak pengelola PT namun tetap menjaga proses secara ilmiah dan teknologis. Misalnya, pertama, proses penambahan kuota dilakukan oleh mesin seleksi bukan sekedar memasukkan nama. Kedua, nama-nama peserta ujian yang dimasukkan dalam penambahan kuota adalah peserta yang lulus dari sisi perolehan nilai sedangkan peserta yang tidak memenuhi standar minimal kelulusan akan didelet secara otomatis.
Semoga langkah ikhtiar yang dilakukan oleh panitia nasional ini akan semakin memperbaiki sistem dan proses seleksi ke depan yang lebih baik. Tentunya, kita harus berpikir kompetitif dalam mengelola Lembaga Pendidikan Tinggi di lingkungan Kementerian Agama Republik Indonesia. Islam mengajarkan berlomba dalam kebaikan, fastabiq al-khairat. Kebaikan yang dilakukan oleh Kemenag RI—dalam bidang Pendidikan Tinggi—bukan hanya dalam bentuk bangunan saja namun juga dalam aspek mutu seleksi, penyelenggaraan dan pengelolaan perguruan tinggi yang semakin digandrungi oleh masyarakat. Kepercayaan masyarakat Indonesia—khususnya muslim—sudah mulai melirik PTKIN sebaik alternatif studi. Bahkan non-muslim pun kini sudah ada yang mengikuti Pendidikan di PTKIN kendatipun masih dalam jumlah yang minimal.
Memperhatikan fenomena di atas, pengelola PTKIN harus optimis dalam berkompetisi dan percaya diri dalam menjalankan proses dan regulasi perguruan tinggi di Indonesia. Penulis melihat ada kecenderungan masyarakat melirik PTKIN sebagai sebuah alternatif. Buktinya, beberapa Universitas Islam Negeri di Indonesia membludak pendaftar, bahkan harus menolak sebagian pendaftar. Boleh jadi, ketertarikan kepeminatan itu didorong oleh beberapa sebab. Pertama, ada kecenderungan kepeminatan studi Islam di kalangan umat Islam Indonesia, yang dahulu dikenal hanya pesantren. Kedua, biaya kuliah di PTKIN relative lebih murah dibandingkan dengan Perguruan Tinggi Negeri. Ketiga, adanya beberapa sumber beasiswa yang memberikan kesempatan bagi peserta dari keluarga yang minim finansial.
Prof. Dr. H. Jamali, M.Ag.
Wakil Rektor I UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon