IAIN Cirebon – Dalam memperingati hari Mualid Rasul SAW dan Hari Perempuan Internasional HMJ PAI Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) IAIN Syekh Nurjati Cirebon, mengadakan acara MAHAPI ( Maulid Nabi dan Hari Perempuan Internasional). Acara ini berisi rangkaian acara berupa Marhaban (pembacaan Barjanji), Seminar Nasional bertemakan “Meneladani Rasulullah SAW dalam menegakkan kesetaraan gender”, dan berbagai perlombaan, di antaranya lomba Da’i. MTQ, Puisi, Hadlrah, Fashion Show, dan Tumpeng Nasi Kuning dan kegiatan tersebut di laksanakan di Auditorium FITK lantai 5. Selasa, 26 September 2023.
Acara dibuka oleh Wakil Dekan 3, Bapak Asep Mulyana, M.S.I.. Dalam sambutannya beliau menegaskan urgensi menanamkan nilai-nilai prophectic kenabian Rasulullah SAW dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, sejak dari hal yang paling kecil., seperti berdoa sebelum makan, sampai dalam melakasanakan kewajiban-kewajiban fardlu seperti sholat lima waktu, Sampai pada penegakan gender. Beliau menegaskan Bahwa perempuan tidak hanya sebagai second figure yang tidak memiliki peran,.
Dalam sambutannya kajur PAI, Siti Maryam Munjiat, S.S, M.Pd.I, menjelaskan betapa besar pengaruh nur Muhammad dalam mengangkat derajat kaum hawa. Kaum perempuan yang dimasa jahiliyyah ditindas, dijadikan objek eksploitasi pemuasan nafsu kaum adam, kelahirannya menjadi aib keluarga kemudian dikubur hidup-hidup. Setelah datangnya Risalah Nubuwwah yang dibawa oleh Baginda Muhammad SAW, derajat kaum hawa diangkat setinggi tingginya, diberdayakan, diberikan ruang untuk berkarya, berprestasi, dan turut serta dalam berdakwah mensyiarkan Islam.
Dalam sambutannya beliau mengutip sebuah pepatah “ a strong woman stands up for herself, and a stronger woman stands up for everyone else”.
Buya Husein saat menyampaikan materi pada acara seminar esok harinya, beliau mengawali dengan sebuah pertanyaan “bagaimana cara kita memahami teks-teks agama di dalam konteks kesetaraan gender ini?”.
Tidak dipungkiri bahwa teks-teks agama baik Al Qu’ran dan Hadis masih banyak yang cenderung membolehkan menyakiti perempuan, dengan dalih perintah agama. Ar rijal qawwamuuna ‘ala an nisa’. jelas Buya.
Dalam penjelasannya beliau menekankan bahwa Teks apapun adalah respon atas kasus dalam sebuah ruang kebudayaan saat teks disampaikan ( asbab wurud sebuah teks). Sama hal nya dengan teks-teks agama dalam hal ini perlu dan urgensi kita memahami asbabun nuzul teks teks AL Qur’an dan asbabul wurud sebuah teks hadis. Penting sekali untuk jangan pernah berhenti pada sebuah pernyataan. Harus dilanjutkan kepada pertanyaan “Bagaimana dan mengapa?”. Mengapa dan utk apa?.
Penting memiliki basic memahami teks. Kaidah mengatakan “Al hukmu yadzurru ma’a i’llatihi wujudan wa’adaman” Begitu juga dalam memahami kesetaraan gender ini.
Sebagai sebuah permisalan : Ilmu antropologi mengatakan seluruh wanita diwilayah timur tengah memakai jilbab. Sebuah kisah bahwa setiap sore perempuan-perempuan arab buang air dikebun-kebun tanpa penutup, diintip oleh pemuda pemuda kemudian dilaporkan ke Nabi.
Terjadilah dialog antara Nabi dan pemuda pemuda tersebut. Diperoleh informasi bahwa Alasan pemuda tersebut adalah “saya pikir mereka adalah perempuan perempuan golongan budak, yang bias dinikmati oleh siapa saja.
Kemudian turunlah teks “Dzalika anyu’rafna. Agar mereka dikenal sebagai perempuan merdeka”. Jika demikian untuk apa ? karena perempuan arab sudah menggunakan kerudung. Dalam hal ini, Jilbab adalah indikator yg diletakkan di atas kerudung yg membedakan antara perempuan merdeka dan budak sehingga tidak dilecehkan.
Di akhir pemaparannya, beliau mengutip ayat al Qur’an surat an nahl ayat 97 sebagai salah satu contoh ayat yang menjelaskan bahwa Al Qur’an memposisikan antara laki-laki dan perempuan adalah setara.
Kemudian beliau berpesan 3 hal; Perempuan harus sehat secara fisik dan psikis, karena luka hati sulit untuk disembuhkan dan akan berpengaruh dalam mendidik anak. Karena perempuan harus cerdas secara intelektual agar bisa bernegosiasi dengan pasangan bukan untuk melawan. Namun untuk mendialogkan bagaimana dan mengapa?. Perempuan harus mandiri secara finansial jangan bergantung pada laki-laki . Perempuan sebagai penggerak dalam berbagai lini kehidupan tanpa perlu khawatir, karena sudah dilindungi UU.
Prof Dr. H. Suteja, M. Ag, yang turut hadir dan memberikan tanggapan dari yang sudah disampaikan Buya Husein, beliau menyatakan 2 hal; Pertama, Bahwa yang dilakukan buya husen adalah pembelaan terhadap Al Qur’an. Pembela Al qur’an, karena al qur’an fleksibel tidak mungkin kontradiktif.
Ketika memahami teks Al Quran Tidak boleh berhenti pada teks, namun harus dilihat sosio histori asbabun nuzul ayatnya. Dalam memahami Tafdzil yg dimiliki laki laki harus di perdalam. Sebagai contoh dibolehkannya perempuan menolak lamaran laki laki, beliau mengkisahkan ketika Rabi’ah al adawiyah dilamar oleh Sofyan Tsauri, Rabi’ah menanyakan “Sanggup nggak anda menjamin saya masuk surge?”,. Jika tidak sanggup, maka tidak sanggup, maka saya menolak lamaran anda”. Al quran itu Rahmatan lil’alamiin.
Kedua, Ketika Allah memberikan Rasul jodoh sayyidah khadijah itu perempuan terpilih, bukan perempuan biasa. Diskriminatif terhadap perempuan tidak ada ajarannya dalam agama Islam.
Di akhir pemaparannya, Prof. Suteja menegaskan bahwa yang dilakukan Buya Husein adalah Pembelaan terhadap tafsir sepihak yang cenderung mendiskriminatifkan perempuan. pungkas Prof. Suteja