Pramuka IAIN Syekh Nurjati Cirebon memperkenalkan kesenian Debus dan Sintren pada ajang Perkemahan Wirakarya Nasional (PWN) Perguruan Tinggi Keagamaan (PTK) Ke-XVI Se-Indonesia yang mana ajang ini merupakan ajang memperkenalkan kesenian daerah masing-masing peserta sehingga bisa saling mengenal kebudayaan daerah yang ada di nusantara. Kamis (25/05/23)
Debus adalah kesenian bela diri masyarakat Sunda Banten di Provinsi Banten.[1] Kesenian ini menyebar ke wilayah Parahyangan. Kesenian ini mempertunjukan kemampuan manusia yang kebal terhadap senjata tajam, air keras, dan lain-lain. Kesenian ini berawal pada masa pemerintahan Maulana Hasanuddin dari Banten pada abad ke-16 (1532–1570). Pada zaman Ageng Tirtayasa dari Banten (1651—1692), debus menjadi sebuah alat untuk memompa semangat juang rakyat Banten melawan penjajah Belanda pada masa itu. Kesenian debus saat ini merupakan kombinasi antara seni tari dan suara.[2]
Sintren (atau juga dikenal dengan Lais) adalan kesenian tari tradisional masyarakat Jawa. Kesenian ini terkenal di pesisir utara Jawa Barat seperti Indramayu, Cirebon, Subang utara, Majalengka, dan bagian barat Jawa Tengah, antara lain di Jatibarang, Brebes, Pemalang, Tegal, dan Banyumas. Kesenian Sintren dikenal sebagai tarian dengan aroma mistis/magis yang bersumber dari cerita cinta kasih Sulasih dengan Sulandono.