UIN Siber Cirebon – Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) Universitas Islam Negeri (UIN) Siber Syekh Nurjati Cirebon, atau yang dikenal sebagai Cyber Islamic University (CIU), sukses menggelar webinar bertajuk “Pentingnya Berpikir Filosofis dalam Pendampingan dan Konseling Perempuan Korban KDRT”. Acara ini menghadirkan akademisi dan praktisi guna membahas pendekatan filosofis dalam mendampingi penyintas Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Jum’at, (07/02/2025).
Webinar ini diikuti oleh lebih dari 70 peserta dari berbagai latar belakang, termasuk dosen perempuan UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon, praktisi dari DPPKBP3A, serta Motekar Kabupaten Cirebon. Acara dibuka oleh Kepala PSGA UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon, Dr. Masriah, M.Ag., yang menyampaikan apresiasi kepada peserta dan mengumumkan pengembangan PSGA dengan penambahan kajian Disabilitas. “Insya Allah, tahun ini PSGA akan ditambah D, yakni Pusat Studi Gender, Anak, dan Disabilitas,” ujarnya.
Dua narasumber utama hadir dalam webinar ini, dipandu oleh moderator Yayu Mega Purnamasari, M.Pd. Narasumber pertama, Dr. Siti Fatimah, M.Hum., yang juga Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon, membahas konsep berpikir filosofis yang tidak hanya bersifat teoritis, tetapi juga dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. “Berpikir filosofis membantu kita memahami akar masalah KDRT dengan cara yang lebih mendalam dan menyeluruh,” jelasnya.
Narasumber kedua, Sa’adah, S.Pd., seorang praktisi dari Jaringan Cirebon Kemanusiaan, menyoroti pentingnya pendekatan multidimensional dalam mendampingi korban KDRT. Ia menegaskan bahwa banyak korban merasa sendirian dan tidak tahu harus mencari bantuan ke mana. “Dalam beberapa kasus, korban mengalami tekanan psikologis hingga berpikir untuk mengakhiri hidupnya. Oleh karena itu, pendekatan psikologis, sosial, hukum, dan medis harus diterapkan sesuai kebutuhan korban,” ujarnya.
Sesi diskusi dan tanya jawab juga berlangsung interaktif. Salah satu peserta, Novianti, menanyakan bagaimana menangani korban KDRT yang tetap bertahan dalam hubungan toksik. Menanggapi hal ini, Sa’adah menjelaskan tentang siklus bulan madu dalam KDRT, di mana pelaku memberikan kasih sayang setelah melakukan kekerasan untuk mempertahankan korban dalam hubungan tersebut. “Korban tidak bisa dipaksa keluar dari hubungan ini. Pendamping harus memberikan dukungan yang dapat menyadarkan korban tentang pilihan hidup yang lebih baik,” tambahnya. Dr. Siti Fatimah turut menegaskan pentingnya dukungan sosial bagi korban agar mereka tidak terjebak dalam lingkaran kekerasan.
Webinar ini ditutup dengan harapan dari Dr. Masriah agar kegiatan serupa dapat menjadi agenda rutin PSGA. “Kami berharap dapat terus menghadirkan narasumber berkualitas dan membahas tema-tema yang relevan dengan isu perempuan dan anak,” pungkasnya.