IAIN Cirebon – Kembali merangkai benang pemikiran untuk menggali lebih dalam tentang perspektif Mubadalah dalam isu-isu eksistensi perempuan, kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon menggelar kegiatan Qiroah Mubadalah. Program ini merupakan inisiatif dari Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA), Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M), dengan semangat untuk memperkaya diskusi keislaman yang lebih inklusif. Kegiatan berlangsung pada Jum’at, (22/03/2024).
Meski dalam keadaan kurang sehat, dukungan dari Kepala LP2M, Dr. Faqih Abdul Kodir, LC, MA, terasa kuat ketika beliau turut berpartisipasi melalui ruang zoom meeting. Narasumber kali ini adalah Dr. Halimatus Sa’diyah, S.HI, M.Pd.I., pengasuh dari Pondok Pesantren Darul Hikmah Tulung Agung. Dalam penyampaiannya, Dr. Halimatus Sa’diyah menegaskan pentingnya mengadopsi perspektif kesalingan atau Mubadalah dalam segala aspek kehidupan. Melalui pandangan ini, hubungan yang terjalin akan didasarkan pada prinsip kesetaraan, kebersamaan, dan kerjasama.
Dalam kesempatan tersebut, Dr. Halimatus Sa’diyah, S.HI, M.Pd.I., yang merupakan pengasuh dari Pondok Pesantren Darul Hikmah Tulung Agung, menjadi narasumber yang memperkaya diskusi dengan perspektifnya yang mendalam. Dalam penyampaiannya, Dr. Halimatus Sa’diyah menegaskan pentingnya mengadopsi perspektif kesalingan atau Mubadalah dalam segala aspek kehidupan.
Menurutnya, melalui pandangan ini, hubungan yang terjalin akan didasarkan pada prinsip kesetaraan, kebersamaan, dan kerjasama. Dengan menerapkan prinsip Mubadalah, baik laki-laki maupun perempuan akan diakui sebagai individu yang memiliki hak, kewajiban, dan peran yang sama dalam berbagai konteks kehidupan. Ini memungkinkan terciptanya relasi yang harmonis dan inklusif, di mana setiap individu dihargai dan diberdayakan sesuai dengan potensinya.
Dr. Halimatus Sa’diyah juga menekankan bahwa prinsip Mubadalah bukan hanya relevan dalam konteks gender, tetapi juga dalam segala aspek kehidupan. Dengan menginternalisasi nilai-nilai kesetaraan, kebersamaan, dan kerjasama, masyarakat dapat membangun fondasi yang kokoh untuk menciptakan lingkungan yang adil dan berkeadilan bagi semua.
Dengan kata lain, penyampaian Dr. Halimatus Sa’diyah tersebut memberikan pencerahan tentang bagaimana prinsip Mubadalah dapat menjadi landasan yang kuat dalam membentuk interaksi sosial yang saling menghormati, mendukung, dan memperkuat satu sama lain. Semoga pandangan ini dapat memberikan inspirasi bagi seluruh peserta diskusi untuk terus berkontribusi dalam membangun masyarakat yang lebih harmonis dan inklusif.
Sementara itu, dalam peran sebagai moderator, Wulandari, MA.Hum, dengan cermat memandu diskusi dan menggarisbawahi makna hakiki dari konsep Mubadalah. “Mubadalah memiliki akar yang dalam dalam paradigma Tauhid yang mengakui keesaan Allah. Dalam perspektif Mubadalah, laki-laki dan perempuan dipandang setara sebagai Khalifatullah dan Abdillah,” paparnya dengan penuh keyakinan.
Diskusi yang dipandu dengan baik ini tidak hanya menghadirkan pemahaman baru tentang Mubadalah, tetapi juga merangsang pemikiran untuk memandang isu-isu eksistensi perempuan dari sudut pandang yang lebih luas dan inklusif. Harapannya, pemahaman ini dapat menjadi landasan kokoh dalam upaya memperjuangkan kesetaraan dan keadilan gender di berbagai sektor kehidupan masyarakat.