“Sanskriti Sangam di Tanah Caruban Nagari”, KKN 103 UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon Gagas Ruang Moderasi Beragama dan Budaya di Desa Wangunharja

UIN Siber Cirebon (Wangunharjo) — Dalam semangat merawat keberagaman dan memperkuat jalinan harmoni sosial, mahasiswa KKN 103 UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon sukses menggelar Seminar dan Diskusi Moderasi Beragama dan Budaya bertajuk “Sanskriti Sangam di Tanah Caruban Nagari: Menjembatani Kebudayaan dengan Moderasi Beragama”, pada Senin malam (11/8), bertempat di Pendopo Penimbangan Jati, Desa Wangunharja, Kecamatan Jamblang.

Acara yang dimulai pukul 19.00 hingga 23.00 WIB ini bukan sekadar seminar formal, melainkan sebuah pertemuan lintas elemen masyarakat—tokoh agama, budayawan, pegiat seni, pemuda, dan pelajar—yang menjadikan dialog, seni, dan kearifan lokal sebagai jembatan kebersamaan di tengah perbedaan.

Menumbuhkan Toleransi, Melestarikan Budaya

Diselenggarakan oleh KKN 103 sebagai bentuk pengabdian nyata kepada masyarakat, kegiatan ini mengangkat isu moderasi beragama sebagai fondasi penting dalam menciptakan kehidupan yang damai, rukun, dan penuh toleransi. Di sisi lain, acara ini juga menempatkan budaya Cirebon sebagai unsur penting dalam membangun identitas lokal yang kuat dan membanggakan.

“Melalui diskusi dan pertukaran pandangan ini, kami ingin masyarakat melihat bahwa moderasi beragama bukan hanya tentang menjauhi ekstremisme, tetapi juga tentang menghadirkan ruang dialog, keterbukaan, dan penghargaan atas perbedaan,” ujar Farhan Mubarak, Ketua KKN 103.

Deretan Narasumber Berpengaruh Hadirkan Wawasan yang Membumi

Acara ini menghadirkan tokoh-tokoh berpengaruh yang membawa perspektif berbeda namun saling melengkapi. Di antaranya:

  • Uun Kurniasih, legenda seni Tarling Cirebon yang menyampaikan nilai toleransi melalui seni suara.
  • Kumbang Lanang dan Kang Ace, budayawan Cirebon yang aktif mengangkat tradisi lokal sebagai bagian dari perekat sosial.
  • Kang Devida (Dosen Fahmina Institut), Wijayanti (tokoh agama Kristen), serta Dpl. H. Muhammad Maimun, M.A., M.S.I., yang memberikan pemahaman mendalam tentang pentingnya keseimbangan dalam beragama.
  • Kepala Desa Wangunharja H. Sunanto juga turut memberikan sambutan sekaligus dukungan atas pelaksanaan kegiatan ini.

Dengan pendekatan yang membumi dan suasana diskusi yang hangat, kegiatan ini menciptakan ruang interaksi terbuka, di mana semua peserta—baik pemuka agama, budayawan, pelajar, maupun masyarakat umum—berbagi pandangan, menyampaikan aspirasi, serta merumuskan cara-cara bersama menjaga keharmonisan sosial.

Tiga Pilar Utama Acara:

  • Penguatan Moderasi Beragama

Menanamkan nilai-nilai toleransi, saling menghargai, dan menjunjung tinggi persatuan di tengah masyarakat yang majemuk.

  • Pelestarian Kebudayaan Cirebon

Mengangkat seni dan tradisi lokal sebagai identitas daerah yang tidak hanya harus dijaga, tetapi juga dibanggakan.

  • Ruang Dialog Lintas Elemen

Mewujudkan kolaborasi antara masyarakat, tokoh agama, dan budayawan dalam menciptakan harmoni lintas budaya dan keyakinan.

Menjaga Persatuan, Merawat Warisan

Dengan keterlibatan masyarakat dari berbagai latar belakang, kegiatan ini menjadi cerminan dari cita-cita Indonesia sebagai bangsa yang besar karena keberagamannya. KKN 103 Wangunharja berhasil membuktikan bahwa melalui ruang-ruang perjumpaan seperti ini, toleransi bukan hanya menjadi slogan, tetapi menjadi sikap hidup yang tumbuh dari dialog, budaya, dan gotong royong.