Telusuri Jejak Rempah Nusantara, Peneliti BRIN dan FUA UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon Kolaborasi Ungkap Sejarah Niaga di Jawa Barat

UIN Siber Cirebon – Sebuah langkah kolaboratif yang sarat nilai sejarah dan strategi pembangunan berkelanjutan dilakukan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama Fakultas Ushuluddin dan Adab UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon. Keduanya bersinergi dalam proyek penelitian untuk mengungkap jejak rempah-rempah dan dinamika perniagaannya di wilayah Jawa Barat bagian timur, dengan fokus utama pada kawasan di sepanjang Sungai Cimanuk yang melintasi Indramayu, Majalengka, dan Sumedang.

Penelitian lapangan ini dilaksanakan mulai tanggal 25 Juni hingga 8 Juli 2025, dan melibatkan tim multidisiplin yang terdiri dari arkeolog, sejarawan, ahli kebumian, pemetaan, dan etnoarkeologi dari BRIN serta akademisi dari Prodi Sejarah Peradaban Islam UIN Siber Syekh Nurjati, dibantu para pemerhati sejarah lokal dari Grumala serta dinas terkait di Sumedang dan Indramayu.

“Penelitian ini menyatukan tiga fokus strategis: warisan budaya, pemberdayaan sumber daya alam untuk ekonomi lokal, dan pembangunan berkelanjutan,” jelas Sarjiyanto, Ketua Tim Peneliti dari BRIN.

Sungai Cimanuk: Jalur Niaga, Jalur Sejarah

Sungai, terutama Cimanuk, diyakini sebagai urat nadi penting perdagangan rempah di masa lalu. Dr. H. Anwar Sanusi, M.Ag., Dekan Fakultas Ushuluddin dan Adab, menegaskan bahwa naskah-naskah kuno dari Cirebon memperlihatkan bagaimana sungai menjadi pilihan utama untuk mengangkut barang berat dalam sistem niaga tradisional.

“Sungai adalah jalur distribusi paling rasional pada zamannya. Itu kita temukan dalam banyak manuskrip kuno Cirebon,” ungkapnya.

Hal ini turut dikonfirmasi oleh Tendi, dosen dan peneliti dari fakultas yang sama, yang menyebut bahwa interaksi antara penduduk pesisir dan pedalaman melalui jalur niaga rempah juga membuka jalan bagi proses Islamisasi di daerah pedalaman Jawa Barat.

“Pedagang muslim dari pesisir membawa lebih dari sekadar barang dagangan. Mereka juga membawa gagasan, nilai, dan ajaran agama yang diterima masyarakat dengan cara yang natural,” jelasnya.

Rempah, Sejarah, dan Globalisasi Awal

Penelitian ini menggunakan pendekatan multidisiplin, menggabungkan metode arkeologi dan sejarah, analisis literatur klasik, serta survei lapangan. Eksplorasi situs pelabuhan sungai dan pusat dagang di Cirebon dan Karangsambung dilakukan untuk menelusuri jejak struktur sosial-ekonomi serta sisa-sisa tumbuhan aromatik kuno yang menjadi petunjuk penting distribusi rempah.

“Jejak arkeologis rempah bisa membuka pemahaman baru tentang rute niaga kuno, interaksi antarbudaya, dan perubahan ekonomi-sosial akibat perdagangan internasional,” ujar Nanang Saptono, peneliti BRIN.

Sementara itu, Sonny Chr. Wibisono, anggota tim riset, menjelaskan bahwa sejumlah catatan klasik seperti Suma Oriental karya Tomé Pires dan The Island of Java oleh Joseph Stockdale menjadi sumber penting dalam merekonstruksi narasi niaga rempah dan peran kekuasaan lokal serta asing dalam mengaturnya.

“Catatan kolonial dan narasi pelancong Eropa menyimpan potret dinamika niaga rempah yang selama ini belum banyak dikaji dalam konteks lokal Jawa Barat,” jelas Sonny.

Jejak Masa Lalu untuk Masa Depan

Menurut Libra Hari Inagurasi, pemetaan jalur darat dan sungai dari Cimanuk hingga Kawali akan memperlihatkan bagaimana infrastruktur perdagangan lokal pernah terhubung dengan sistem regional dan global. Pasar, pelabuhan, dan jalur transportasi tradisional menjadi indikator penting dalam melihat kompleksitas ekonomi masa lalu.

Penelitian ini diharapkan tak hanya menjawab pertanyaan akademik, tapi juga memberi kontribusi nyata bagi masyarakat dan pemerintah daerah dalam pelestarian warisan budaya, penguatan ekonomi lokal berbasis sejarah, dan pengembangan wisata edukatif.

Melacak Rempah, Menemukan Jati Diri Peradaban

Dalam semangat riset ini, BRIN dan UIN Siber Syekh Nurjati tak hanya menelusuri sisa-sisa rempah, tetapi juga melacak ulang denyut nadi peradaban yang pernah tumbuh subur di jalur niaga kuno Nusantara. Dari jejak perdagangan itulah masyarakat membentuk identitas, membangun jaringan, dan merawat warisan pengetahuan yang kini coba dihidupkan kembali.

“Rempah bukan sekadar komoditas; ia adalah pengikat sejarah, budaya, dan spiritualitas. Dari aromanya, kita belajar tentang pertemuan peradaban,” pungkas Tendi.