“Ingsun Titip Tajug lan Fakir Miskin ” MASJID SEBAGAI BENTENG KETAHANAN NKRI

Sambutan Dr. H. Sumanta Hasyim, M.Ag pada kegiatan seminar HALAQOH KEMASJIDAN dengan Tema “Ingsun Titip Tajug Lan Fakir Miskin : Masjid Sebagai Benteng Ketahanan NKRI”. Sabtu (23/11)

Instutut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon bekerjasama dengan Kesultanan Kesepuhan Cirebon dan Pengurus Besar Nahdatul Ulama Cabang Cirebon menggelar Seminar Halaqoh Kemasjidan dengan tema “Ingsung Titip Tajug Lan Fakir Miskin: Masjid Sebagai Benteng Ketahanan NKRI” bertempat di aula gedung pascasarjana lantai 3. Kegiatan tersbut dihadiri Dr. H. Sumanta Hasyim, M.Ag (Rektor) didampingi unsur pimpinan, K.H. Abdul Manan Ghani (Ketua PBNU Bidang Masjid dan Dakwah) dan K. H. Buya Syakur, M.A (Pengasuh Pondok Pesantren Candangpinggan).  Keberadaan Perguruan Tinggi Islam, yakni IAIN Syekh Nurjati Cirebon sejak awal berdiri sudah berkomitmen untuk membangun masyarakat islam madani, yaitu masyarakat yang cinta tajug (ibadah), cinta ilmu dan memperhatikan fakir miskin. Maka tema tajug lan fakir miskin itu merupakan ruh dari perguruan tinggi islam. Sabtu (23/11)


Demikian disampaikan Rektor IAIN SNJ Cirebon, Dr. H. Sumanta Hasyim, M.Ag sebelum membuka kegiatan Seminar Halaqoh Kemasjidan, yakni “Ingsun Titip Tajug Lan Fakir Miskin, dengan tema “Masjid Sebagai Benteng Ketahanan NKRI” hasil kerjasama PBNU bersama IAIN Cirebon dan Kesultanan Kasepuhan Cirebon, Sabtu (23/11/2019) di Lantai 3, Kampus Pascasarja IAIN SNJ Cirebon. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan ucapan terimakasih yang setinggi-tingginya kepada panitia atas terselenggaranya seminar halaqah kemasjidan yang merupakan gagasan PBNU, Kesultanan Kasepuhan Cirebon dan IAIN SNJ Cirebon. Tajug bukan saja memiliki makna sempit hanya sebagai tempat beribadah, tetapi lebih dari itu memiliki makna yang sangat luas. Tajug ini sesungguhnya memiliki misi menangkal Islam radikal atau trans-nasional, yang bertolak belakang dengan Pancasila yang menghargai keberagaman. Dan masyarakat masjid merupakan embrio basis dakwah Islam yang ramah, yang dibawakan oleh wali songo. Hanya saja fungsi  tajug atau masjid saat ini sudah semakin duniawi. Identitas kemasjidan yang dititipkan para wali, sepertinya sudah semakin jauh, masjid sekarang malah hanya menjadi simbol belaka bahkan menjadi tempat perseteruan akibat gesekan politik dan lain sebagainya.

Lalu apa realisasi dari perguruan tinggi islam terhadap titipan sunan gunung djati ini, selain memakmurkan masjid, IAIN SNJ Cirebon juga memperhatikan fakir miskin, yakni melalui program pemberian beasiswa bidik misi, beasiswa keagamaan maupun beasiswa lainnya. Jika mahasiswa tersebut IPK nya rendah, pihak kampus dalam hal ini IAIN Cirebon masih memperhatikan kalangan mahasiswa yang fakir miskin yakni melalui program UKT, yakni mahasiswa hanya cukup membayar SPP saja sebesar Rp 400.000/semeseter dan tanpa ada biaya lainnya. “Inilah komitmen kami, dan dari angka beasiswa tahun ini, anggaran yang disiapkan itu kurang lebih mencapai Rp 6,5 miliar. Jadi IAIN SNJ Cirebon sudah melaksanakan titipan para wali tersebut dengan program-program yang digulirkan,” (Rektor). Sementara itu, kegiatan seminar halaqoh ini, mengundang sejumlah narasumber terkenal yakni KH Abdul Manan, Wakil Ketua PBNU bidang dakwa serta KH Buya Syakur.

Sesi foto bersama unsur pimpinan dengan narasumber pada kegiatan Seminar Halaqoh Kemasjidan dengan tema “Ingsung Titip Tajug Lan Fakir Miskin: Masjid Sebagai Benteng Ketahanan NKRI”. Sabtu (23/11)