Dr. Didi Junaedi, M.A, Dosen IAIN Syekh Nurjati Cirebon yang terpilih menjadi Penulis Naskah Khutbah Jumat Kemenag RI

Akademisi IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Dr Didi Junaedi MA terpilih menjadi salah satu penulis naskah khutbah Jumat Kementerian Agama (Kemenag). Didi akan menjalani rangkaian coaching clinic untuk memulai karir barunya tersebut.

beliau berhasil menjadi salah satu 146 peserta yang dinyatakan lolos. Pendaftar secara total berjumlah 350 peserta. “Tugas kami menulis naskah khutbah yang akan disebarkan ke seluruh Indonesia,” jelas Didi.

Menurutnya, keberhasilannya masuk ke jajaran penulis naskah khutbah Jumat tidak lepas dari kebiasannya menulis sembari menjadi dosen di IAIN Cirebon. Kebiasan itu berbuah manis tak kala seleksi menjadi penulis khutbah Jumat dibuka.

Didi pun tak menemui kesulitan berarti. Lebih lagi tema-tema kepenulisan khutbahnya juga sesuai dengan keilmuan di lingkungan IAIN Cirebon. Yakni menonjolkan tema-tema moderasi beragama.

“Salah satu kompetensi yang harus dimiliki ialah moderasi beragama, kesiapan menulis nakah secara cepat, ada tema yang akan diberikan. Sesuai deadline waktu yang diberikan,” ujar Didi. Keberhasilan Didi menjadi salah satu penulis khutbah Jumat versi Kemenag menumbuhkan suatu kebanggaan bagi institusi IAIN Cirebon.

Sebab PTKIN satu-satunya di Ciayumajakuning ini dianggap mampu melahirkan akademisi kompeten dalam menebarkan spirit moderasi beragama, Hal ini sejalan dengan pernyataan Staf Khusus (Stafsus) Menteri Agama (Menag) Republik Indonesia, Dr Muhammad Nuruzzaman SAg MSi saat berkunjung ke IAIN Cirebon.

Dia mendorong para akademisi PTKIN aktif menulis sebagai bentuk literasi mengenai pentingnya toleransi sekaligus menepis isu-isu intoleransi yang juga marak di media sosial. Berdasarkan data yang disampaikan Nuruzzaman, konten media sosial teror menempati angka 0,6 persen,konten moderat 17 persen, konten radikal 40 persen, dan konten intoleransi 43 persen.

Temuan ini membuka fakta bahwa, kelompok radikal dan intoleransi sangat aktif melakukan propaganda di media sosial. Sementara kelompok moderat cenderung kurang aktif bermedia sosial.

Nuruzzaman mengatakan, temuan ini jadi pelecut bagi PTKIN untuk melakukan kontra narasi terkait konten radikal dan intoleransi di media sosial.

Sebab, PTKIN mempunyai pakar-pakar agama Islam yang kompeten serta moderat. “Ini kelemahan kita. Makanya saya dorong pakar- pakar agama Islam yang ada di IAIN Cirebon ini aktif di media sosial,” jelas Nuruzzaman.

Menurut Nuruzzaman, di era media sosial, narasi moderasi beragama juga harus mengikuti platform yang sedang berkembang saat ini.

Lebih jauh, Nuruzzaman mengulas moderasi beragama merupakan cara hidup untuk rukun, saling menghormati, menjaga dan bertoleransi tanpa harus menimbulkan konflik karena perbedaan keyakinan.

Dalam konteks ke-Indonesia-an, moderasi beragama dipandang perlu lantaran Indonesia terdiri dari unsur yang beragam, Keragaman mencakup perbedaan budaya, agama, ras, bahasa, suku, tradisi dan sebagainya.

Meskipun bukan negara agama, tetapi masyarakat lekat dengan kehidupan beragama dan kemerdekaan beragama yang dijamin oleh konstitusi. Kemenag pun turut serta membangun pola pikir beragama yang moderat.

Salan satu upaya Kemenag menancapkan prinsip moderasi beragama ialah dengan melibatkan PTKIN. Sebab, masyarakat kampus punya peran penting dalam menerjemahkan moderasi beragama kepada masyarakat.