FDKI IAIN Cirebon Hadirkan Prof Dr Phil Sahiron M.A, Bicara Pancasila dan Etiko-Teologis dalam Moderasi Beragama

IAIN Cirebon – Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam (FDKI) IAIN Syekh Nurjati Cirebon mengadakan kegiatan Studium General dengan tema ‘Menalar Hubungan Agama, Pancasila dan Negara Dalam Membangun  Moderasi Beragama Di Era Disrupsi Digital’, Senin, (4/9/2023), bertempat di Aula FDKI.

Dalam kegiatan ini, panitia menghadirkan Prof. Dr. Phil. Sahiron, MA dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, sebagai narasumber.

Dekan FDKI, IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Dr Siti Fatimah, M.Hum dalam sambutannya menyampaikan kata terimakasih atas kehadiran pemateri dari Yogyakarta ini pada acara Studium General.

“Kami ucapkan terimakasih kepada beliau, karena kita tahu beliau sangat padat agendanya, selain orang besar di Indonesia, jadwal agenda beliau bukan saja di Indonesia tetapi juga di luar negeri, sehingga ini suatu penghormatan bagi kami beliau bisa hadir sebagai pembicara dan kami sangat bahagia dan gembira,” tuturnya.

Untuk itu, Dekan FDKI mengajak seluruh mahasiswa peserta Studium General untuk bisa menyimak seluruh materi dengan baik agar menjadi ilmu pengetahuan dan bermanfaat di kemudian hari.

“Terimakasih kepada narasumber kita, Ia adalah tokoh Indonesia yang padat agendanya, namun ia masih memberi agenda untuk hadir di acara kita,” ungkap Dekan FDKI.

Dengan hadirnya pemateri ini, kita akan diberikan pencerahan dan semuanya harus bisa menyimak bersama apa yang akan disampaikan untuk menjadi ilmu dan penambahan pengetahuan kita.

“Dari ilmu ini mudah mudahan bisa memberi semangat belajar kita, semangat mencari ilmu dan semangat membaca, agar terus bertambah pengetahuan kita semua, ” ucapnya.

Sementara itu, pemateri Studium General, Prof Dr Phil Sahiron, M.A, mengupas meteri tentang relasi Islam dan Pancasila. Baik tantangan maupun pandangan Islam terhadap peraturan ya g dibuat oleh manusia.

Ada dua tantangan besar yang dihadapi Pancasila saat ini. Pertama adalah adanya sekelompok kecil orang yang ingin mengganti Pancasila dengan ideologi lain, baik yang berbasis agama maupun sekuler. Kedua, bagaimana agar nilai-nilai Pancasila itu dapat terimplementasikan secara optimal dalam kehidupan kita dalam berbangsa dan bernegara. tuturnya.

Tantangan pertama tersebut, khususnya tentang relasi Islam dan Pancasila. Pertanyaan yang akan dijawab di sini adalah: ‘Bolehkan umat Islam menjadikan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara?’

Pertanyaan ini perlu dijawab karena ada sebagian kecil umat Islam mengatakan bahwa umat Islam tidaklah dibenarkan menerima ideologi lain selain Islam.

Pancasila sebagai Kesepakatan Bersama Bangsa Indonesia

Piagam Madinah inilah yang menjadi inspirasi bagi kyai-kyai, seperti K.H. Hasyim Asy’ari, yang bersama founding fathers Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam membentuk dasar negara kita, Pancasila, yang merupakan kesepakatan bersama dan bisa mempersatukan bangsa yang sangat plural, baik dari segi suku, bangsa, bahasa dan ras.

Berdasarkan hal itu, memproklamirkan NKRI dan menjadikan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa itu berarti ittibā‘ li sunnati Rasulillāh Saw (mengikuti sunnah Rasulullah Saw), yakni meniru Piagam Madinah. Karena itu, seluruh umat Islam Indonesia, dan bahkan semua komponen bangsa, harus mempertahankan NKRI dan Pancasila ini dan membangunnya secara kontinu sesuai dengan perkembangan dan situasi zaman.

Mempertahankan NKRI dan Pancasila, bagi umat Islam, hukumnya wajib, karena bila tidak, maka yang akan terjadi adalah perpecahan dan perang saudara. Di dalam Ushul Fiqh kita kenal konsep sadd al-żarī‘ah (menutup/menghindari terjadinya sesuatu yang dilarang).  Karena menghindari perpecahan dan perang saudara itu hukumnya wajib, maka hukum menjaga NKRI dan Pancasila adalah wajib pula.

Seandainya sekelompok orang memproklamirkan bentuk negara lain, seperti Khilafah Islamiyah, di suatu wilayah di Indonesia, maka wilayah-wilayah lain yang mayoritas penduduknya bukan muslim jelas tidak bersedia berada di bawah kekuasaannya. Mereka akan juga mendirikan negara-negara kecil lain, seperti Negara Hindu Bali, Negara Kristen Manado, Negara Kristen Papua dll. Andai hal ini terjadi, maka hampir dapat dipastikan perang saudara akan terjadi dan pertumpahan darah tidak bisa terelakkan. Karena itulah, NKRI dan Pancasila wajib dipertahankan untuk menghindari konflik internal bangsa Indonesia. paparnya.

Selanjutnya, secara substantif, lima sila dari Pancasila tak satupun yang bertentangan dengan ajaran Islam. Sila pertama seiring dengan konsep tauhid. Sila kedua sesuai dengan ajaran Islam tentang kemanusiaan dan keadilan. Sila ketiga merupakan bagian dari perintah Islam untuk melaksanakan persatuan antar sesama manusia. Sila keempat sesuai dengan konsep syūrā. Sila kelima merupakan bagian dari konsep keadilan yang diajarkan oleh Islam.

Kemudian dibahas juga materi tentang moderasi beragama dalam persepektif Al Qur’an dan Sunnah. Baik itu tentang pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, hingga munculnya gerakan-gerakan agama yang radikal negatif.

Pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa yang plural dan beragam dari sisi agama

Munculnya gerakan-gerakan keagamaan yang radikal negatif, tidak moderat dengan ciri-ciri: a) Tidak bersikap toleran terhadap agama lain, dan aliran lain; b) Suka melakukan kekerasan fisik atau psikis terhadap orang-orang yang tidak sepaham; c) tidak mau menghormati budaya dan tradisi lokal; dan d) Tidak memiliki komitmen kebangsaan

Prof Dr Phil Sahiron, M.A juga memberikan penjelasan tentang definisi moderasi beragama, baik itu dari cara pandang, sikap, dan perilaku beragama dalam kehidupan bersama dengan cara mengejewantahkan esensi ajaran agama.

Sikap Etiko-Teologis dalam Moderasi Beragama (al-Tawassuṭ fī al-Tadayyun)

  1. Keimanan bhw pencipta semua manusia (dan alam semesta) adalah Allah Swt.
  2. Kesadaran bahwa keberagaman Manusia itu keniscayaan dan taqdir Allah
  3. Ta‘āruf (Saling Mengenal & Mengakui Eksistensi) sebagai konsekuensi logis
  4. Tafāhum (Saling Memahami) sebagai keharusan
  5. Tasāmuḥ (Saling Bertoleransi) sebagai bentuk keterbukaan
  6. Menghindari Klaim kebenaran Eksklusif sebagai tindakan antisipatif
  7. 7. Ta‘ādul (Saling Berbuat Adil) sebagai sikap protektif
  8. Ta‘āwun (Saling Menolong) sebagai sikap konstruktif
  9. Binā’ al-Ṡaqāfah (Membangun Peradaban) Indonesia.

“Cara pandang, sikap, dan prilaku beragama dalam kehidupan bersama dengan cara mengejawentahkan esensi ajaran agama, yang melindungi martabat kemanusiaan, membangun kemaslahatan umum, berdasarkan prinsip adil, berimbang dan mentaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa.”pungkasnya.