Anggota DPR RI Hj Selly Andriany Gantina: UU TPKS Diharapkan Hapus Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi

Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UUTPKS) diharapkan mampu menghapus kekerasan seksual, terutama di perguruan tinggi. Hal itu mencuat dalam Seminar Nasional Perlindungan Anak dan Remaja ‘Mengukur Implementasi Undang-undang TPKS di Kampus’, Selasa (14/6).

Anggota Komisi VIII DPR RI, Hj Selly Andriany Gantina didapuk sebagai narasumber dalam kegiatan tersebut. Dalam paparannya, Selly mengatakan masih banyak kasus kekerasan seksual yang belum diselesaikan. Disahkannya UU TPKS diharapkan mampu menyelesaikan kasus tersebut.

“Masih banyak kasus kekerasan seksual yang belum selesai,” ujar Selly saat menyampaikan materinya di hadapan peserta seminar.

Sementara itu, Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA), Naila Farah MAg menjelaskan, seminar ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa bahwa UU TPKS sudah disahkan negara. Menurutnya, pengesahan UU ini menjadi angin segar bagi dunia kampus.

“Sebagai tempat belajar akan memberikan ketenangan, sehingga dalam tugas belajar mahasiswa bisa berinteraksi dengan siapapun dengan nyaman,” jelas Naila.

Menurut Naila, saat ini PSGA sebagai leading sector Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual (P2KS) di perguruan tinggi punya kepentingan besar terkait implementasi UUTPKS.

“Dengan disahkannya UU TPKS ini, maka mahasiswa dan seluruh civitas akademika itu berani untuk speak up ketika mereka menjadi korban, atau menyaksikan, atau mendengar adanya tindakan kekerasan seksual di lingkungan kampus,” jelasnya.

Menurut Naila, mahasiswa tidak perlu takut lagi karena negera sudah melindungi mereka dengan adanya UU TPKS ini. Untuk menindaklanjuti UU tersebut, PSGA melakukan sosialisasi dan rekruitmen di kalangan mahasiswa atau dosen untuk melakukan sosialisasi UU TPKS.

Jika ditemukan kasus, maka PSGA hanya sebagai awal pintu masuk saja dari laporan dan laporan tersebut kemudian diserahkan kepada Rektor dan dari Rektor diserahkan kepada Dewan Etik.

“Dewan Etik inilah yang melakukan investigasi dan pendalaman kasus tersebut, kemudian setelah melakukan investigasi dengan data-data yang mereka peroleh lalu Dewan Etik menjauhkan sanksi kepada pelaku, baik kategori ringan, sedang atau berat dan kemudian baru di SK-kan oleh Rektor,” paparnya.

Kendati demikian, kata Naila, PSGA lebih fokus kepada pendampingan kepada korban. “Jadi nanti kalau korban itu trauma, atau butuh konseling maka PSGA menyediakannya,” tutur Naila.

Untuk itu, Naila berharap, pada seminar nasional tentang UU TPKS ini, bisa memberikan pencerahan baru sehingga mahasiswa semakin berani bersuara jika ada indikasi TPKS di lingkungan kampus