Kemendikbud Berusaha Membedakan Jabatan Fungsional dan Jabatan Akademik

IAIN Cirebon (Surakarta) – Prof Dr H Jamali, M.Ag., Wakil Rektor I Bidang Akademik dan Pengembangan Kelembagaan IAIN Syekh Nurjati Cirebon menghadiri undangan sebagai peserta pada acara Pertemuan Forum Warek I PTKIN selama tiga hari di UIN Surakarta. Pertemuan dimulai dari hari Kamis hingga Sabtu, (18-20/4/2024) dengan agenda Focus Group Discussion (FGD) dan Public Lecturer.

FGD dilakukan guna membahas tema respon kebijakan kemendikbud dan kemenag pasca ditetapkannya Kemenpan RB No.1 tahun 2023. Kebingungan para pengelola PTKIN dengan diberlakukan Permenpan RB No.1/2023, maka pedoman kenaikan pangkat dan jabatan dosen yang dipakai belum jelas. Oleh karena itu, para warek I sebagai unsur pimpinan yang sering berhubungan dengan dosen memerlukan kepastian pedoman. Apalagi sementara ini ada kebijakan tidak ada kenaikan pangkat dan jabatan sebelum ditetapkannya pedoman yang baru. Namun kenaikan pangkat yang sama dan golongan yang berbeda masih bisa dilakukan misal pangkat dari Penata Tingkat I/IIIc ke Penata Tingkat I/IIId. Artinya, golongan naik namun pangkat masih sama dengan pangkat sebelumnya.

Prof Dr H Jamali, M.Ag., menuturkan, “Dalam forum ini juga dibahas mengenai Angka Kredit Integrasi. Contoh kasus kedudukan seorang dosen dengan Pangkat/Golongan Penata IIIc tmt 1 April 2022. Dosen yang bersangkutan boleh naik pangkat/golongan ke Penata Tingkat I/IIId setelah 2 tahun yaitu 1 April 2024 dengan angka kredit 100. Angka kredit integrasi yang dimiliki 403,56. Angka kredit masih sisa 303,56 untuk naik ke pangkat/Golongan Pembina/IVa. Kenaikan pangkat/golongan dari Penata Tingkat I/IIId ke Pembina/IVa diperlukan AK integrasi 100. Pada 1 April 2026 yang bersangkutan dapat mengajukan kenaikan pangkat/ golongan ke Pembina/IVa.” tutur Prof Jamali.

Secara simultan atau serial dapat mengajukan kenaikan/promosi jabatan dari Lektor ke Lektor Kepala dengan memenuhi persyaratan yang diperlukan, seperti persyaratan khusus jabatan (misalnya kualifikasi Pendidikan), uji kompetensi dan peta jabatan. Pada saat menduduki jabatan fungsional yang baru maka angka kredit integrasi mulai dari nol lagi. tambahnya.

Kinerja selama periode 1 April 2023 sampai dengan 1 April 2026 dinilai menggunakan angka kredit integrasi dapat ditambahkan untuk kenaikan pangkat/golongan sampai dengan Pembina/IVa dan naik jabatan ke Lektor Kepala jika Angka kredit yang diperlukan masih kurang. Untuk kasus ini, angka kredit integrasi dosen yang bersangkutan tidak kurang atau sudah mencukupi. Disarankan oleh narasumber yang sekaligus anggota tim penilai PAK, Prof. Dr. Sutikno, “Kelola waktu kenaikan pangkat dan jabatan secara tepat, supaya kelebihan angka kredit dapat dimanfatkan.”

Untuk jabatan fungsional dosen rumpun ilmu umum (Kemendikbudristek) konversi angka kredit konvensional ke integrasi akan menggunakan aplikasi sister, sedangkan untuk dosen rumpun ilmu agama menggunakan aplikasi https://dispakati.bkn.go.id. Aplikasi Dispakati adalah aplikasi berbasis online yang ditujukan untuk membantu instansi pemerintah pusat/daerah dan/atau instansi pembina dalam melakukan penyesuaian angka kredit konvensional ke angka kredit integrasi bagi pejabat fungsional di lingkungannya dan/atau yang menjadi binaannya.

Dokumen yang dibutuhkan untuk konversi angka kredit dari angka kredit konvensional ke angka kredit integrasi adalah (1) dokumen penetapan angka kredit konvensional terakhir. Ini diperoleh dari hasil kenaikan pangkat/jabatan, (2) dokumen penetapan pengakuan angka kredit konvensional (pengajuan kinerja sampai dengan 31 Desember 2022). Ini diperoleh dari hasil pengakuan/kenaikan pangkat atau jabatan yang tidak memenuhi persyaratan, (3) Dokumen hasil penilaian kinerja dosen sesuai Permenpan RB No.1 tahun 2023. Dengan catatan, angka kredit sesuai predikat kinerja 1 Januari 2023 sampai dengan 31 Desember 2023.

Permenpan RB No.1/2023 menghendaki setiap ASN memiliki—setidaknya—dua talenta agar pengisian jabatan ke depan mudah untuk mencari orang yang diperlukan. Artinya, seorang ASN tidak hanya memiliki keterampilan sesuai kompetensi atau keahliannya saja namun ia harus menambah keterampilan lainnya yang dibutuhhkan oleh lembaga.

Menurut Prof Jamali, ada hal menarik yakni, adanya upaya dari Kemendikbud yang berupaya membedakan antara jabatan fungsional dan jabatan akademik. Hal ini dilakukan agar perlakuan negara atau pemerintah terhadap ASN tidak dipukul rata seperti kehendak Kemenpan RB dan pihak inspektorat jenderal dalam melakukan inspeksi terhadap para dosen. Boleh jadi, jabatan fungsional semua ASN akan sama namun jabatan akademik hendaknya dibedakan dengan jabatan fungsional, mengingat jabatan akademik tidak bisa dimiliki atau ditempati oleh semua ASN.